Kamis, 16 Februari 2012

Urolitiasis

BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sistem urinaria adalah suatu system tempat terjadinya proses terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urine (air kemih).(Syaifuddin : 2006)
Ginjal merupakan suatu kelenjar yang terletak di bagian belakang kavum abdominalis di belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra lumbalis III, melekat langsung pada dinding belakang abdomen. Bentuk ginjal seperti biji kacang, jumlahnya ada dua buah kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar daru ginjal kanan dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari ginjal wanita.
Fungsi ginjal diantaranya memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun, mempertahankan suasana keseimbangan cairan, mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam tubuh, dan mengeluarkan sisa-sisa metabolism hasil akhir dari proteim ureum, kretinin, dan amoniak.
Urolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi (batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Urolithiasis terjadi bila batu ada di dalam saluran perkemihan. Batu itu sendiri disebut calculi. Pembentukan batu mulai dengan kristal yang terperangkap di suatu tempat sepanjang saluran perkemihan yang tumbuh sebagai pencetus larutan urin. Calculi bervariasi dalam ukuran dan dari fokus mikroskopik sampai beberapa centimeter dalam diameter cukup besar untuk masuk dalam velvis ginjal. Gejala rasa sakit yang berlebihan pada pinggang, nausea, muntah, demam, hematuria. Urine berwarna keruh seperti teh atau merah.( http://catatanperawat.byethost15.com/asuhan-keperawatan/asuhan-keperawatan-urolithiasis/)
B.     Tujuan Penulisan
Penyusunan makalah ini bertujuan agar mahasiswa dapat memahami konsep dasar dari penyakit urolithiasis serta lebih memahami etiologi, patofisiologi dan manifestasi yang ditimbulkan dari penyakit tersebut. Di samping itu dalam makalah ini juga dibahas mengenai konsep asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien dengan urolithiasis, sehingga diharapkan mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan klien.
















BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.    Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan
Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjdinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut dlam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).
Susunan Sistem Perkemihan terdiri dari:
1.    ginjal (ren) yang menghasilkan urin,
2.    Ureter yang membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih),
3.    Vesika urinaria (VU), tempat urin dikumpulkan, dan
4.    Urethra, urin dikeluarkan dari vesika urinaria.






Gambar 1.1 Oragan Sistem Perkemihan

1.      Ginjal (Ren)
kidney_Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra thorakalis ke 12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal seperti biji kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis dexter yang besar.









Gambar 1.1 Ginjal Manusia
a.       Fungsi ginjal adalah :
Ø  memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun,
Ø  mempertahankan suasana keseimbangan cairan,
Ø  mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan
Ø  mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak.
b.      Struktur Ginjal
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap, dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna cokelat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.









Gambar 1.2 Struktur dalam (anatomi) ginjal
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus.. Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga calices renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis minores.
Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit fungsional ginjal. Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari : Glomerulus, tubulus proximal, ansa henle, tubulus distal dan tubulus urinarius.
c.       Proses pembentukan urin
v    Proses Filtrasi
Terjadi penyerapan darah, yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan ke tubulus ginjal. cairan yang di saring disebut filtrate gromerulus.
v   Proses Reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glikosa, sodium, klorida, fospat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif (obligator reabsorbsi) di tubulus proximal. sedangkan pada tubulus distal terjadi kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya dialirkan pada papilla renalis.
v       Proses sekresi.
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla renalis selanjutnya diteruskan ke luar.
Ginjal mendapatkan darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan arteria renalis, arteri ini berpasangan kiri dan kanan. Arteri renalis bercabang menjadi arteria interlobularis kemudian menjadi arteri akuarta. Arteri interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi arteriolae aferen glomerulus yang masuk ke gromerulus. Kapiler darah yang meninggalkan gromerulus disebut arteriolae eferen gromerulus yang kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena cava inferior.
Ginjal mendapatkan persarafan dari fleksus renalis(vasomotor). Saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal.
2.      Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika urinaria. Panjangnya ± 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak pada rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis. Lapisan dinding ureter terdiri dari:
a.       Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
b.      Lapisan tengah lapisan otot polos
c.       Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltic yang mendorong urin masuk ke dalam kandung kemih.

3.      Vesika Urinaria (Kandung Kemih)
Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk seperti buah pir (kendi). letaknya d belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul. Vesika urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet. Dinding kandung kemih terdiri dari:
a.       Lapisan sebelah luar (peritoneum).
b.      Tunika muskularis (lapisan berotot).
c.       Tunika submukosa.
d.      Lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).
4.      Uretra
Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang berfungsi menyalurkan air kemih ke luar. Pada laki-laki panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm, terdiri dari:
a.       Urethra pars Prostatica
b.      Urethra pars membranosa ( terdapat spinchter urethra externa)
c.       Urethra pars spongiosa.
Urethra pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm (Taylor), 3-5 cm (Lewis). Sphincter urethra terletak di sebelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan urethra disini hanya sebagai saluran ekskresi. Dinding urethra terdiri dari 3 lapisan:
a.       Lapisan otot polos, merupakan kelanjutan otot polos dari Vesika urinaria. Mengandung jaringan elastis dan otot polos. Sphincter urethra menjaga agar urethra tetap tertutup.
b.      Lapisan submukosa, lapisan longgar mengandung pembuluh darah dan saraf.
c.       Lapisan mukosa.
d.       
B.     Konsep Dasar Penyakit
1.      Pengertian
Urolithiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) di traktus urinarius. Batu terbentuk di traktus urimarius ketika konsntrasi substansi tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium fosgat, dan asam urat meningkat.. (Brunner & Sudarth. 2002)
Picture of Kidney Stone










Gambar Batu Ginjal
Urolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi (batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Urolithiasis terjadi bila batu ada di dalam saluran perkemihan. (http://catatanperawat.byethost15.com/asuhankeperawatan/asuhankeperawatan-urolithiasis/
Batu ginjal (kalkulus) adalah bentuk deposit mineral, paling umum oksalat Ca 2+ dan fosfat Ca 2+ namun asam urat dan yang lain juga pembentuk batu. Meskipun kalkulus ginjal dapat terbentu dimana saja dari saluran perkemihan, batu ini paling umum ditemukan pada pelvis dan kalik ginjal. Batu ginjal dapat tetap asimtomatik sampai keluar kedalam ureter dan atau aliran urine terhambat, bila potensial untuk kerusakan ginjal adalah akut. (Doengoes, Marilynn E. 2000:686)











Gambar Posisi Batu Ginjal

Batu dapat ditemukan di setiap bagian ginjal sampai ke kandung kemih dan ukurannya bervariasi dari deposi granuler yang kecil, yang disebut pasir atau kerikil sampai batu sebesar kandung kemih yang berwarna oranye.

2.      Proses Pembentukan Batu
Batu dapat juga terbentuk ketika terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal mencegah kristalisasi dalam urin. Kondisi ini yang mempengaruhi laju pembentukan batu mencakup pH urin da ststus cairan pasien (batu cendrung terjadi pada pasien dehidrasi). (Brunner & Sudarth. 2002)
Batu itu sendiri disebut calculi. Pembentukan batu mulai dengan kristal yang terperangkap di suatu tempat sepanjang saluran perkemihan yang tumbuh sebagai pencetus larutan urin. Calculi bervariasi dalam ukuran dan dari fokus mikroskopik sampai beberapa centimeter dalam diameter cukup besar untuk masuk dalam velvis ginjal. Gejala rasa sakit yang berlebihan pada pinggang, nausea, muntah, demam, hematuria. Urine berwarna keruh seperti teh atau merah. (http://catatanperawat.byethost15.com/asuhankeperawatan/asuhan-keperawatan-urolithiasis/)
Factor tertentu yang mempengaruhi pembentukan batu, mencakup infeksi, statis urin, periode inmobilisasi (drainase renal yang lambat dan perubahan metabilisme kalsium).
Hyperkalsemia (kalsium serum yang tnggi) dan hyperkalsuria (kalsium urin tinggi) dapat disebabkan oleh :
a.       Hiperparatiroidisme
b.      Asidosis tibular renal
c.       Malignasi
d.      Penyakit granulomatosa (sirkoidosis, tuberkolosis yang menyebabkan peningkatan produksi vitamin oleh jaringa granulomastoma.
e.       Masukan vitamin yang berlebihan
f.       Masukan susu dan alkali
g.      Penyakit mieloproliferatif (leukemia, polisitema, myeloma multiple) yang menyebabkan proliferasi abnormal sel darah merah dari sumsum tulang.

Factor-faktor ini mrncetuskan peningkatan konsentrasi kalsium di dalam darah dan urin, menyebabkan pembentukan batu kalsium. Untuk batu yang mengandung asa urat, stuvirat, atau sistin, maka pemeriksaan fisik dan kerja metabolic yang menyeluruh harus dilakukan berkaitan dengan gangguan yang ditimbulkan oleh pembentukan batu-batu ini. Banyak asam urat dapat dijumpai pada pasien gout. Batu struvit biasanya mengacu pada batu infeksi, terbentuk dalam urin kaya almonoak-alkalin persisten akibat UTI kronik. Banyak sistin terjadi terutama pada beberapa pasien yang mengalami defek absorbs sistin (suatu asam amino) turunan.
Pembentukan batu urinarius juga dapat terjadi pada penyakit imflamasi usus dan pada individu dengan ileostomi atau reseksi usus, karena individu mengabsopsi oksalat secara berlebihan.
Beberapa medikasi yang diketahui menyebabkan batu pada banyak pasien mencakup Antasidsa, Diamox, vitamin D, laksatif, dan aspirin dosis tinggi. Namun demikian pada pasien, mungkin ditemukan penyebabnya.
Batu renal terjadi terutama pada decade ketiga atau kelima kehidupan dan lebih banyak menyerang pria dibandingkan wanita. Sikitar 50% pasien dengan batu ginjal tunggal akan mengalami kembali episode ini dalam waktu 10 tahun. Batu terutama mangadung kalsium atau magnesium dalam kombinasinya dengan fosfat atau oksalat. Kebanyakan batu adalah radiopaq dan dapat dideteksi melalui sinar X-ray.(Sudoyo, Aru W.2006)

3.      Jenis-jenis Batu Ginjal
a.       Batu kalsium.
Kebanyakan batu mengandung kalsium yang berkombinasi dengan fosfat atau substansi lain. Pada pasien ini, pengurangan kandungan kalsium dan fosfor dalam diet dapat membantu mencegah pembentukan batulebih lanjut. Urin dapat menjadi asam dengan pemakaian medikasi seperti ammonium klorida atau asam asetohidroksamik (Lithostat).
b.      Batu Natrium
Natrium selulosa fosfat telah dilaporkan efektif dalam mencegah batu kalsium. Agens ini meningkat kalsium yang berasal dari makanan dalam saluran intestinal, mengurangi jumlah kalsium yang diabsorpsi ke dalam sirkulasi. Jika peningkatan produksi parathormon (menyebabkan peningkatan kadar kalsium serum darah dan urin) merupakan factor yang menyebabkan pembentukan batu, terapi diuretic menggunakan thiazie mungkin efektif dalam mengurangi kalsium ke dalam urindan menurunkan kadar parathormon.
c.       Batu fosfat
Diet rendah fosfor dalam diresepkan untuk pasien yang memiliki batu fosfat. Untuk mengatasi kelebihan fosfor, jeli aluminum hidroksida dapat diresepkan karena agens ini bercampur dengan fosfor, dan mengekresikannya melalui saluran intestinal bukan ke system urinarius.
d.      Batu Urat
Untuk mengatasi batu urat, pasien diharuskan diet rendah purine untuk mengurangi ekskresi asam urat dalam urin. Makanan tinggi purine (kerang,ikan hering, asparagus, jamur, dan jeroan) harus dihindari, dan protein lain harus dibatasi. Allopurinol (Zyloprim) dapat diresepkan untuk mengurangi kadar asam urat serum dan akskresi asam urat ke dalam urin. Urin dibasakan. Untuk batu sistin, diet rendah protein diresepkan, urin dibasakan, dan penisilamin diberikan untuk mengurangi jumlah sistin dalam urin.
e.       Batu Oksalat
Untuk batu oksalat, urin encer dipertahankan dengan pembatasan masukan oksalat. Makanan yang harus dihindari mencakup sayuran hijau berdaun banyak, kacang, seledri, gula bit, buah beri hitam, kelembak, coklat, teh, kopi dan kacang tanah. Jika batu tidak dapat keluar secara spontan atau jika terjadi komplikasi, modalitas penanganan mencakup terapi gelombang kejut ekstrakorporeal, pengangkatan batu perkutan, atau ureteroskopi. (Brunner & Sudarth. 2002)
4.      Etiologi
a.    Faktor Endogen
Faktor genetik, familial, pada hypersistinuria, hiperkalsiuria dan hiperoksalouria.
b. Faktor Eksogen
Faktor lingkungan, pekerjaan, makanan, infeksi dan kejenuhan mineral dalam air minum.
c. Faktor lain
Ø  Infeksi Saluran Kencing (ISK)
ISK dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan menjadi inti pembentukan Batu Saluran Kencing (BSK) Infeksi bakteri akan memecah ureum dan membentuk amonium yang akan mengubah pH Urine menjadi alkali.
Ø  Stasis dan Obstruksi Urine
Adanya obstruksi dan stasis urine akan mempermudah Infeksi Saluran Kencing.
Ø  Jenis Kelamin
Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding wanita dengan perbandingan 3 : 1.
Ø  Ras
Batu Saluran Kencing lebih banyak ditemukan di Afrika dan Asia.
Ø  Keturunan
Anggota keluarga Batu Saluran Kencing lebih banyak mempunyai kesempatan
Ø  Air Minum
Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum air akan mengurangi kemungkinan terbentuknya batu, sedangkan kurang minum menyebabkan kadar semua substansi dalam urine meningkat.
Ø  Pekerjaan
Pekerja keras yang banyak bergerak mengurangi kemungkinan terbentuknya batu dari pada pekerja yang lebih banyak duduk.
Ø  Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan keringan.
Ø  Makanan
Masyarakat yang banyak mengkonsumsi protein hewani angka morbiditas Batu Saluran Kencing berkurang. Penduduk yang vegetarian yang kurang makan putih telur lebih sering menderita Batu Saluran Kencing (buli-buli dan Urethra).

5.      Patofisiologi
a. Teori Intimatriks
Terbentuknya Batu Saluran Kencing memerlukan adanya substansi organik Sebagai inti. Substansi ini terdiri dari mukopolisakarida dan mukoprotein A yang mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentukan batu.
b. Teori Supersaturasi
Terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urine seperti sistin, santin, asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.
c. Teori Presipitasi-Kristalisasi
Perubahan pH urine akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam urine. Urine yang bersifat asam akan mengendap sistin, santin dan garam urat, urine alkali akan mengendap garam-garam fosfat.

d. Teori Berkurangnya Faktor Penghambat
Berkurangnya Faktor Penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfat, polifosfat, sitrat magnesium, asam mukopolisakarida akan mempermudah terbentuknya Batu Saluran Kencing.
Hiperkalsuria


Batu di traktus urinarius


Kristalisasi


Infeksi                                                             Obstruksi


  Sepsis                                                   Peningkatan tek.hidrostatik
 
       
                                                               retensi urin        distensi piala ginjal

Batu di piala ginjal mungkin berkaitan dengan sakit yang dalam dan terus-menerus diarea kostovertebral. Hematuria dan piuria dapat dijumpai. Nyeri yang berasal dari area menyebar secara anterior dan pada wanita kebawah mendekati kandung kemih dan pada pria mendekati testis. Bila nyeri mendadak menjadi akut , disertai dengan nyeri tekan diseluruh area kortovertebral, dan muncul mual dan muntah, maka pasien sedang mengalami episode kolok renal. Diare dan ketidaknymanan abdomen dapat terjadi. Gejala gastrointestinal ini terjadi akibat reflex renointestinal dan proksimitas anatomic ginjal ke lambung, pancreas dan usus besar.
Batu yang terjebak dalam ureter menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa, dan kolik yang menyebar ke paha dan genetslia. Pasien sering merasa ingin berkemih, namun sedikit sekali urin yang keluar, dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasi batu. Kelompok gejala ini disebut kolik uriteral. Umumnya, pasien akan mengeluarakan batu yang berdiameter 0,5 sampai 1 cm secara spontan.
Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan  gejala iritasi dan berhubungan dengan iritasi traktus urunarius dan hematuria. Jika batu menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih, akan terjadi retansi urin. Jika infeksi berhubungan dengan adanya batu, maka kondisi ini jauh serius, disertai sepsis yang mengancam kehidupan pasien.

6.      Manifestasi Klinik
Gejala yang ditimbulkan dari batu ginjal berbeda-beda tergantung ukuran dan lokasinya. Manifestasinya biasanya terjadi obstuksi aliran urin yang akhirnya menyebabkan distensi dan trauma jaringan otot. (Lemon & Burke.2004)
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius bergantung pada adanya obstruksi, infeksi, dan edema. Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan peningkatan tekanan hidroststik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal, infeksi (pielonefritis dan sistitis yang disertai menggigil, demam, dan disuria) dapat terjadi dari irtasi batu yang terus menerus. Beberapa batu, jika ada, menyebabkan gejala namun secara pelahan merusak unit funsional (nefron) ginjal; sedangkan yang lain menyebabkan nyeri yang luar biasa dan ketidaknyamanan.

7.      Pemeriksaan
a.      Urinalisa
·         Warna : Normal kekuning-kuningan, abnormal merah menunjukkan hematuri (kemungkinan obstruksi urine, kalkulus renalis, tumor, kegagalan ginjal).
·         pH : Normal 4,6 – 6,8 (rata-rata 6,0),
·         Asam : Asam meningkatkan sistin dan batu asam urat
·         alkali : Meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat.
·         Urine 24 jam : Kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin meningkat.
·         kultur urine : Menunjukkan Infeksi Saluran Kencing.
·         BUN : Hasil normal 5 – 20 mg/dl tujuan untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen. BUN menjelaskan secara kasar perkiraan Glomerular Filtration Rate. BUN dapat dipengaruhi oleh diet tinggi protein, darah dalam saluran pencernaan status katabolik (cedera, infeksi).
·         Kreatinin serum : Hasil normal laki-laki 0,85 sampai 15mg/dl perempuan 0,70 sampai 1,25 mg/dl tujuannya untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen. Abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
b.        Darah lengkap  : Hb, Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia.
c.         Hormon Paratyroid : Mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine.
d.        Foto Rontgen : Menunjukkan adanya calculi atau perubahan anatomik pada area ginjal dan sepanjang uriter.
e.         IVP : Memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomik (distensi ureter).
f.          Sistoureteroskopi : Visualisasi kandung kemih dan ureter dapat menunjukkan batu atau efek ebstruksi.
g.        USG Ginjal : Untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu.

8.      Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan batu, menentukan jenis batu, mencegah kerusakan nefron, mengendalikan infeksi, dan mengurangi obstruksi yang terjadi
a.       Penatalaksanaan Medis
Ø Pengangkatan Batu
Sebelum adanya lithotripsy, pengangkatan batu ginjal secara bedah merupakan mode terapi utama. Namun demikian, saat ini, bedah dilakukan hanya pada 1% sampai 2% pasien. Intervensi bedah diindikasikan jika batu tersebut tidak berespons terhadap bentuk penanganan lain. Ini juga dapat dilakukan untuk mengoreksi setiap abnormalitas anatomic dalam ginjal untuk memperbaiki drainase urin.
Pemeriksaan sistoskopik dan pasase kateter ureteral kecil untuk menghilangkan batu yang menyebabkan obstruksi (jika mungkin), akan segera mengurangi tekanan-belakang pada ginjal dan mengurangi nyeri.
§  Lihotripsi Gelombang Kejut Ekstrakorporeal (extracorporeal shock wave lithotripsy)
Litotripsi gelombang kejut ekstrakorporeal (ESWL) adalah prosedur noninvasive yang digunakan untuk menghancurkan batu di kaliks ginjal. Setelah batu tersebut pecah menjadi bagian yang kecil seperti pasir, sisa batu-bau tersebut dikeluarkan secara spontan.
Gambar ESWL
Pada ESWL, atau hithotripsi, amplitude tekanan berenergi tinggi dari gelombang kejut dibangkitkan melalui suatu pelepasan energi yang kemudian disalurkan ke air dan jaringan lunak. Ketika gelombang kejut menyentuh substansi yang intensitasnya berbeda (Batu renal), tekanan gelombang mengakibatkan permukaan batu pecah. 
Gambar BAtu Ginjal Menggunakan ESWL
Ø Metode Endourologi Pengangkatan Batu
Bidang endourologi menggabungkan keterampilan ahli radiologi dan urologi untuk mengangkat batu renal tanpa pembedahan mayor. Nefrostomi perkuatan (atau nefrolitotomi perkutan) dilakukan, dan nefroskop dimasukkan ke traktus perkutan yang sudah dilebarkan kedalam parenkim renal. Batu dapat diangkat dengan forseps atau jaringan, tergantung dari ukurannya. Selain itu, alat ultrasound dapat dimasukan melalui selang nefrostomi disertai pemakaian gelombang ultrasonic untuk menghancurkan batu. Serpihan batu dan debu batu diirigasi dan diisap keluar dari duktus kolektikus. Batu yang besar selanjutnya dapat dikurangi dengan disintegrasi ultrasonik dan diangkat dengan forsep atau jarring.
Ø Ureteroskopi
Ureteroskopi mencakup visualisasi dan akses ureter dengan memasukkan suatu alat ureteroskop melalui sistoskop. Batu dapat dihancurkan dengan menggunakan laser, lithotripsy elektrohidraulik, atau ultrasound kemudian diangkat. Suatu stent dapat dimasukkan dan dibiarkan selama 48 jam atau lebih setelah prosedur untuk menjaga kepatenan ureter. Lama rawat biasanya singkat, dan beberapa pasien berhasil ditangani secara rawat jalan.
Ø Pelarutan Batu
Infuse cairan kemolitik (mis., agens pembuat basa (alkylating) dan pembuat asam (acidifying)) untuk melarutkan batu dapat dilakukan sebagai alternative penannganan untuk pasien kurang berisiko terhadap terapi lain, dan menolak metode lain, atau mereka yang memiliki batu yang mudah larut (struvit). Nefrostomi perkutan dilakukan, dan cairan pengirigasi yang hangat dialirkan secara terus-menerus ke batu. Cairan pengirigasi memasuki duktus kolektikus ginjal melalui ureter atau selang nefrostomi. Tekanan di dalam piala ginjal dipantau selama prosedur.

b.      Penatalakasanaan Keperawatan
Ø Pengurangan nyeri
Tujuan segera dari penanganan kolik renal atau ureteral adalah untuk mengurangi nyeri sampai penyebabnya dapat dihilangkan; morfin atau meperiden untuk mencegah syok dan sinkop akibat nyeri yang luar biasa. Mandi air panas atau hangat di area panggul dapat bermanfaat, cairan diberikan kecuali pasien mengalami muntah atau menderita gagal jantung kongesif atau kondisi lain yang memerlukan perbatasan cairan. Ini meningkatkan tekanan hidrostatik pada ruang dibelakang batu sehingga mendorong pasase batu tersebut ke bawah. Masukan cairan sepanjang hari mengurangi konsentrasi kristaloid urin, mengencerkan urin dan menjamin haluran urin dan menjamin haluran urin yang besar.
Ø Terapi Nutrisi dan Medikasi
Terapi nutrisi berperan penting dalam mencegah batu renal. Masukan cairan yang adekuat dan menghindari makanan tertentu dalam diet yang merupakan bahan utama pembentuk batu (mis:kalsium) efektif untuk mencegah pembentukan batu atau lebih jauh meningkatkan ukuran batu yang telah ada. Setiap pasien batu renal harus minum paling sedikit 8 gelas air sehari untuk mempertahankan urin encer, kecuali dikontraindikasikan.
Ø Penyuluhan Pasien
ESWL terbukti efektif pada pasien rawat jalan, oleh karena itu perawat harus menyediakan instruksi perawatan di rumah dan pentingnya tindak lanjut. Pasien didorong untuk meningkatkan masukan cairan untuk memfasilitasi pasase serpihan batu, yang mungkin terjadi 6 minggu sampai beberapa bulan setelah prosedur. Pasien dan keluarga diinstruksikan mengenai tanda gejala yang menunjukkan adanya komplikasi, seperti demam, penurunan haluaran urin, dan nyeri. Perawat juga perlu menjelaskan kepada pasien akan kemungkinan hematuria (diantisipasi untuk semua pasien), namun hal ini dapat hilang dalam waktu 24 jam. Pasien dipantau dengan cermat oleh dokter untuk menjamin bahwa penanganan efektif dan tanpa komplikasi, seperti obstruksi, infeksi, hematoma renal, atau hipertensi.
Karena risiko kambuh yang tinggi perawat harus memberikan pelajaran mengenai batu ginjal dan cara mencegah kekambuhannya. Instruksi mengenai diet kalsium, asam urat dan oksalat yang tepat diderikan, tergantung tulang dari komposisi batu.
9.      Komplikasi
a. Obstruksi Ginjal
b. Perdarahan
c. Infeksi
d. Hidronefrosis



















BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN UROLITHIASIS

A.                                                                                                       Pengkajian
1.                   Identitas
Nama klien, nama penanggung jawab umur, No CM, tgl masuk, tgl pengkajian, pendidikan, pekerjaan, diagnosa medis
2.      Keluhan Utama
Klien mengatakan nyeri pada daerah panggul dan menyebar ke selangkangan.
3.        Riwayat Kesehatan
Keluhan panggul, punggung atau nyeri perut. Gejala lainya seperti mual dan  muntah, faktor pendukungnya seperti dehidrasi, riwayat keluarga sebelumnya tentang batu ginjal, tindakan perawatan sekarang dan sebelumnya. (Lemone & Burke.2004)
4.        Pemeriksaan Fisik
Penampilan umum meliputi posisi, TTV, warna kulit, Suhu, kelembaban,  panggul, atau tenderness, kuantitas, warna dan karakteristin dari urin (hematuria, bakteri, pyuria, ph). (Lemon and Burke.2004)
Hipertensi, palor (muka pucat), diaporesis, tachikardi, tacipnea (mungkin terjadi), panas dingin menandakan tahap akut, costovertebral angle tendernes. Distensi abdomen dan tympani. Pasien akan kurang istirahat dan tidak bisa mendapatkan posisi yang nyaman. (Swearingen, Pamela L.1999)


B.     Diagnosa Keperawatan
1.    Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan frekuensi / dorongan kontraksi ureteral
2.    Perubahan eliminasi nurin berhubungan dengan iritasi ginjal atau uriteral
3.    Kekurangan volume cairan b.d mual/muntah (iritasi saraf abnormal dan pelvic umum dari ginjal atau kolik uretal)
4.    Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kuarang terpaparnya informasi
C.    Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan frekuensi / dorongan kontraksi ureteral
Intervensi
Rasional
Mandiri
1.      Catat lokasi, lamanya intensitas ini (0-10) dan penyebaran. Perhatikan tanda non verbal, contoh peninggian TD dan nadi, gelisah, merintih, menggelepar.







2.      Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan ke staf terhadap perubahan kejadian atau karakteristik nyeri.










3.      Berikan tindakan nyaman, contoh pijatan punggung, lingkungan istirahat.

4.      Bantu atau dorong penggunaan nafas berfokus, bimbingan imajinasi, dan aktifitas terapeutik.

5.      Dorong atau bantu dengan ambulasi sering sesuai indikasi dan tingkatkan pemasukan cairan sedikitnya 3-4 liter/hari dalam toleransi jantung.

6.      Perhatikan keluhan peningkatkan atau menetapnya nyeri abdomen.



Kolaborasi
1.      Berikan obat sesuai indikasi
Narkotik, contoh : meperidin (Demerol), morfhin.
2.      Antispamodik, contoh flavoksad (uripas), oksibutin (Ditropan).
3.      Kortikosteroid.


4.      Berikan kompres hangat pada punggung.

5.      Pertahankan kepatenan kateter bila digunakan.




1.      Membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan kalkulus. Nyeri panggul sering menyebar kepunggung, lipat paha, genetalia sehubungan dengan proksimitas syaraf pleksus dan pembuliuh darah yang menyuplai area lain. Nyeri tiba-tiba dan hebat dapat mencetuskan ketakutan, gelisah, ansietas berat.

2.      Memberikan kesempatan untuk pemberian analgesi sesuai waktu (membantu dalam meningkatkan kemampuan koping pasien dan dapat menurunkan ansietas) dan mengwaspadakan staf akan kemungkinan akan lewatnya batu atau terjadi komplikasi. Penghentian tiba-tiba nyeri biasanya menunjukkan lewatnya batu.


3.      Meningkatkan relaksasi, menurunkun tegangan otot dan meningkatkan koping.

4.      Mengarahkan kembali perhatian dan membantu dalam relaksasi otot.


5.      Hindari kuat meningkatkan lewatnya batu, mencegah statis urin, dan membantu mencegah pembentukan batu selanjutnya.


6.      Obstruksi lengkap ureter dapat menyebabkan perforasi dan ekstravasasi urin ke dalam area perineal. Ini membutuhkan kedaruratan bedah akut.


1.      Biasanya diberikan selama episode akut untuk menurunkan kolik uretral dan meningkatkan relaksasi otot atau mental.
2.      Menurunkan refleks spasme dapat menurunkan kolik dan nyeri.
3.      Mungkin digunakan untuk menurunkan edema jaringan untuk membantu gerakan batu.
4.      Menghilangkan tegangan dan dapat menurunkan reflex spasme.
5.      Mencegah statis atau retensi urin, menurunkan resiko peningkatan tekanan ginjal dan infeksi.



2. Perubahan eliminasi nurin berhubungan dengan iritasi ginjal atau uriteral
Intervensi
Rasional
Mandiri
1.      Awasi pemasukan dan pengeluaran dan karakteristik urin.






2.      Tentukan pola berkemih normal pasien dan perhatikan variasi.





3.      Dorong meningkatkan pemasukan cairan.


4.      Periksa semua urin. Catat adanya keluaran batu dan kirim ke laboratorium untuk analisa.

5.      Selidiki keluhan kandung kemih penuh, palpasi untuk distensi suprapubik. Perhatikan penurunan keluaran urin, adanya edema periorbital atau tergantung.


6.      Observasi status mental, perilaku atau tingkat kesadaran.


Kolaborasi
1.      Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit, BUN, Kreatinin.
2.      Ambil urin untuk kultur dan sensitifitas.

3.      Berikan obat sesuai indikasi, contoh : asetazolamid (diamoks), alupurinol (ziloprim)
4.      Pertahankan kepatenan kateter tak menetap (ureteral, uretral, atau nefrostomi) bila menggunakan.


5.      Irigasi dengan asam atau larutan alkalin sesuai indikasi.

1.    Memberika informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi, contoh infeksi dan perdarahan. Perdarahan dapat mengindikasikan peningkatan obstruksi atau iritasi ureter. Catatan : perdarahan sehubungna dengan ulserasi ureter jarang.
2.                  Kalkulus dapat menebabkan ekstabilitas syaraf, yang menyebabkan sensasi kebutuhan berkemih segera. Biasanya frekuensi dan urgensi meningkat bila kalkulus mendekati pertemuan urtrovesikal.
3.                    Peningkatan hidrasi membilas bakteri, darah, dan debris dan dapat membantu lewatnya batu.

4.                    Penemuan batu memungkinkan identifikasi tipe batu dan mempengaruhi pilihan terapi.

5.                    Retensi urin dapat terjadi, menyebabkan distensi jaringan (kandung kemih atau ginjal) dan potensial resiko infeksi, gagal ginjal.



6.                    Akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi toksik pada SSP.


1.      Peninggian BUN, kreatinin dan elektrolit mengindikasikan disfungsi ginjal.
2.      Menentukan adanya ISK, dan penyebab atau gejala komplikasi.
3.      Meningkatkan pH urin (alkanitas) untuk menurunkan pembentukan batu asam.

4.      Mungkin diperlukan untuk membantu aliran atau mencegah retensi dan komplikasi. Catatan : selang mungkin terhambat oleh fragmen batu.

5.      Mengubah pH urin dapat membantu pelarutan batu dan mencegah pembentukan batu selanjutnya


  1. Kekurangan volume cairan b.d mual/muntah (iritasi saraf abnormal dan pelvic umum dari ginjal atau kolik uretal)
Intervensi
Rasional
Mandiri
  1. Awasi pemasukan dan pengeluara





  1. Catat insiden muntah, diari. Perhatikan karakteristik dan frekuensi muntah dan diare, juga kejadian yang menyertai atau mencetuskan.



  1. Tingkatkan pemasukan cairan sampai 3-4 L/hari dalam toleransi jantung.



  1. Awasi tanda vital. Evaluasi nadi, pengisapan kapilar, turgor kulit, dan membrane mukosa



  1. Timbang berat badan tiap hari


Kolaborasi
1.    Awasi HB/HT, elektrolit


2.    Berikan cairan IV


3.    Berikan diet tepat, cairan jernih, makanan lembut sesuai toleransi


4.    Berikan obat sesuai indikasi: antiemetic, contoh proklorperazim (Compazin)

  1. Membandingkan keluaran dan yang diantisipasi membantu dalam evaluasi adanya/derajat statis/kerusakan ginjal. Catatan: kerusakan fungsi ginjal dan penurunan haluran urine dapat mengakibatkan volume sirkulasi lebih tinggi dengan tanda/gejala GGK.

  1. Mual/muntah dan diare secara umum berhubungan dengan kolik ginjal karena saraf ganglion seliaka pada kedua ginjal dan lambung. Pencatatan dapat membantu mengesampingkan kejadian abnormal lain yang menyebabkan nyeri atau menunjukkan kalkulus.
  2. Mempertahankan keseimbangan cairan untuk homeostasis juga tindakan “mencuci” yang dapat membilas batu keluar. Dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit dapat terjadi sekunder terhadap kehilangan cairan berlebihan (muntah dan diare)
  3. Indikator hidrasi/volume sirkulasi dan kebutuhan intervensi. Catatan: penurunan LFG merangsang produksi rennin, yang bekerja untuk meningkatkan TD dalam upaya untuk meningkatkan aliran darah ginjal.
  4. Peningkatan berat badan yang cepat mungkin berhubungan dengan retensi


1.        Mengkaji hidrasi dan keefektifan/kebutuhan intervensi

2.        Mempertahankan volume sirkulasi (bila pemasukan oral tidak cukup) meningkatkan fungsi ginjal.

3.        Makanan mudah cerna menurunkan aktivitas GI/Iritasi dan membantu mempertahankan cairan dan keseimbangan nutrisi

4.        Menurunkan mual/muntah.



4.Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kuarang terpaparnya informasi
Intervensi
Rsional
Mandiri
  1. Kaji ulang proses penyakit dan harapan masa datang

  1. Tekankan pentingnya pemasukan cairan, contoh 3-4 L/hari atau 6-8 L/hari. Dorong pasien untuk melaporkan mulut kering, dieresis berlebihan/ berkeringat dan untuk mrningkatkan pemasukan cairan baik bila haus atau tidak.

  1. Kaji ulang program diet, sesuai individual.




  1. Diet rendah purin, contoh membatasi daging berlemak, kalkun, tumbuhan polong, gandum, alcohol.

  1. Diet rendah kasium, contoh membatasi susu, keju, sayur berdaun hijau, yoghurt
  2. Diet rendak oksalat, contoh pembatasan coklat, minuman mengandung kafein, bit, bayam.
  3. Diet rendah kalsium/fosfat dengan jully karbonat almunium 30-40 ml. 30 menit pc/jam.


  1. Diskusikan program obat-obatan, hindarin obat yang dijual bebas dan membaca semua label produk/kandungan dalam makanan.



  1. Mendengar dengan aktif tentang program terapi/ perubahan pola hidup.

  1. Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medic contoh, nyeri berulang, hematuria, oliguria.

  1. Tunjukkan perawatan yang tepat terhadap insisi atau kateter bila ada.

1.             Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi.

2.             Pembilasan system ginjal menurunkan kesempatan status ginjal dan pembentukan batu. Peningkatan kehilangan cairan/dehidrasi memerlukan pemasukan tambahan dalam kebutuhan sehari-sehari.

3.             Diet tergantung pada tipe batu. Pemahaman alas an pembatasan memberikan kesempatan pada pasien membuat pilihan informasi, meningkatkan kerjasama dalam program dan dapt mencegah kekambuhan.

4.             Menurunkan pemasukan oral terhadap prekusor asam urat.


5.             Menurunkan resiko pembentukan batu kalsium.

6.             Menurunkan pembentukan batu kalsium oksalat
7.             Mencegah kalkulus fosfat dengan membentuk presipitat yang tak larut dalam traktus GI. Mengurangi beban nefron ginjal, juga efektif melawan bentuk kalkulus kalsium lain. Catatan : dapat menyebabkan konstipasi.
8.                Obat-obatan diberikan untuk mengasamkan atau mengakalikan urin, tergantung pada penyebab dasar pembentukan batu. Makan produk yang mengandung bahan yang dikontaindikasikan secara individu (contoh kalsium, fosfat) potensial pembentukan obat ulang.
9.                Membantu pasien bekerja melalui perasaan dan meningkatkan rasa control terhadap apa yang terjadi.
10.              Dengan peningkatan kemungkinan berulangnya batu, intervensi segera dapat mencegah komplikasi serius,

11.              Meningkatkan kemampuan perawatan diri dan kemandirian











BAB IV
KESIMPULAN

Urolithiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) di traktus urinarius. Batu terbentuk di traktus urimarius ketika konsntrasi substansi tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium fosgat, dan asam urat meningkat. Batu dapat juga terbentuk ketika terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal mencegah kristalisasi dalam urin. Kondisi ini yang mempengaruhi laju pembentukan batu mencakup pH urin da ststus cairan pasien (batu cendrung terjadi pada pasien dehidrasi).
Batu ginjal (kalkulus) adalah bentuk deposit mineral, paing umum oksalat Ca 2 dan fosfat Ca 2, namun asam urat dan yang lain juga pembentuk batu. Meskipun kalkulus ginjal dapat terbentu dimana saja dari saluran perkemihan, batu ini paling umum ditemukan pada pelvis dan kalik ginjal. Batu ginjal dapat tetap asimtomatik sampai keluar kedalam ureter dan atau aliran urine terhambat, bila potensial untuk kerusakan ginjal adalah akut
















DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Carpenito, Linda Jual. (1995). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Jakarta:EGC.
Doenges, et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan . Jakarta: EGC.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:EGC.
Lemone, Prisilla and Keren Burke.2004. Medical Surgical Nursing.Columbia. Pearson Prentice Hall
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. V. Bandung:Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran.
Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI.
Swearingen, Pamela L.1999.Manual of Medical Surgical Nursing Care. St Louis: Mosby.


Tidak ada komentar:

INFO KESEHATAN © 2008. Design by :vio Templates Sponsored by: gold bola