Kamis, 24 Desember 2009

Rumah Sehat Bangunharja

Bangunharja Menuju Desa Sehat 2012

Pusat Belajar Mengajar Desa Bangunharja

1. Menjadi Tempat Pembudidayaan dan Pengembangan Obat-obatan Tradisional ~Rencana Taktis Sederhana~

a. Menyediakan Lahan untuk Apotik Hidup (Pemanfaatan Lahan Tidur)
b. Mengadakan Pelatihan terhadap Masyarakat Tiap Bulan untuk pengembangan Kesehatan Berbasis Masyarakat
c. Mengumpulkan Data obat-obatan Tradisional
d. Memilih dan meneliti obat-obatan Tradisonal yang cocok dibudidayakan
e. Pemberdayaan Sekolah-sekolah untuk mengembangkan Pendidikan Kesehatan berbasis Alam

Obat tradisional adalah obat-obatan yang diolah secara tradisional, turun-temurun, berdasarkan resep nenek moyang, adat-istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan setempat, baik bersifat magic maupun pengetahuan tradisional. Menurut penelitian masa kini, obat-obatan tradisional memang bermanfaat bagi kesehatan, dan kini digencarkan penggunaannya karena lebih mudah dijangkau masyarakat, baik harga maupun ketersediaannya. Obat tradisional pada saat ini banyak digunakan karena menurut beberapa penelitian tidak terlalu menyebabkab efek samping, karena masih bisa dicerna oleh tubuh.
Beberapa perusahaan mengolah obat-obatan tradisional yang dimodifikasi lebih lanjut. Bagian dari Obat tradisional yang bisa dimanfaatkan adalah akar, rimpang, batang, buah, daun dan bunga. Bentuk obat tradisional yang banyak dijual dipasar dalam bentuk kapsul, serbuk, cair, simplisia dan tablet.
Sebuah Contoh:
Pohon Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) dikenal sebagai salah satu tanaman obat di Indonesia. Asalnya dari Papua/Irian Jaya.

Buah mahkota dewa mengandung beberapa zat aktif seperti:
  • Alkaloid, bersifat detoksifikasi yang dapat menetralisir racun di dalam tubuh
  • Saponin, yang bermanfaat sebagai:
    • sumber anti bakteri dan anti virus
    • meningkatkan sistem kekebalan tubuh
    • meningkatkan vitalitas
    • mengurangi kadar gula dalam darah
    • mengurangi penggumpalan darah
  • Flavonoid
    • melancarkan peredaran darah ke seluruh tubuh dan mencegah terjadinya penyumbatan pada pembuluh darah
    • mengurangi kandungan kolesterol serta mengurangi penumbunan lemak pada dinding pembuluh darah
    • mengurangi kadar resiko penyakit jantung koroner
    • mengandung antiinflamasi (antiradang)
    • berfungsi sebagai anti-oksidan
    • membantu mengurangi rasa sakit jika terjadi pendarahan atau pembengkakan
  • Polifenol
Tanaman atau pohon mahkota dewa seringkali ditanam sebagai tanaman peneduh. Ukurannya tidak terlalu besar dengan tinggi mencapai 3 meter, mempunyai buah yang berwarna merah menyala yang tumbuh dari batang utama hingga ke ranting.
TANAMAN OBAT INDONESIA
Data tervalidasi oleh Tim CoData Indonesia pada tahun 2000,
Informasi ini terwujud atas kerjasama IPTEKnet dengan CODATA ICSU Indonesia
dan telah terealisasi pada tahun 2002.

A
Adas
Adem Ati
Ajeran
Akar Manis
Akar Wangi
Alang Alang
Alpokat
Andong
Angsana
Anting-anting
Anyang Anyang
Apel
Aren
Asam Jawa
Awar Awar

B
Bandotan
Bangle
Baru Cina
Bawang Merah
Bawang Putih
Bayam
Bayam Duri
Belimbing Asam
Belimbing Manis
Belimbing wuluh
Beluntas
Benalu
Beringin
Bidara Laut
Bidara Upas
Biduri
Bligu
Blustru
Boroco
Brojo Lintang
Brokoli
Brotowali
Buah Makasar
Buah Nona
Buncis
Bunga Kenop
Bunga Matahari
Bunga Pagoda
Bunga Pukul Delapan
Bunga Tasbih
Bungli
Bungur
Bungur Kecil
Buni

C
Cabai Merah
Cabai Rawit
Cabe Jawa
Cakar Ayam
Calingcing
Ceguk
Cempaka Kuning
Cempaka Putih
Cendana
Cengkeh
Ceremai
Cincau
Ciplukan

D
Dadap Ayam
Dadap Serep
Dandang Gendis
Daruju
Daun Dewa

Daun duduk
Daun Encok
Daun Jintan
Daun Kentut
Daun Madu
Daun Sendok
Daun Senna
Daun Ungu
Delima

E
Ekor Kucing
Enau

G
Gadung
Gambir
Gandarusa
Gendola
Genje
Ginjean
Greges Otot
Gude

H
Halia

I
Iler
Inggu

J
Jagung
Jahe
Jamblang
Jambu Biji
Jambu Monyet
Jamur Kayu
Jarak
Jarak Bali
Jarak Ulung
Jarong
Jati Belanda
Jayanti
Jengger Ayam
Jeruk Nipis
Jeruk Purut
Jintan Putih
Jintan/Ajeran
Johar
Jombang
Jung Rabab

K
Kacapiring
Kaki Kuda
Kaktus Pakis Giwang
Kamboja
Kapas
Kapasan
Kapulaga
Kastuba
Katu
Kayu Manis (padang)
Kayu Putih
Kecubung
Kecubung Gunung
Kedelai
Keji Beling
Kelapa
Kelingkit Taiwan
Kelor
Kembang Bokor
Kembang Bugang
Kembang Coklat
Kembang Kertas
Kembang Pukul Empat
Kembang Sepatu Sungsang
Kembang Sore
Kembang Sungsang
Kemuning
Kenanga
Kencur
Ketepeng Cina
Ketepeng Kecil
Ketimun
Ki Tolod
Klabet
Kol Banda
Kompri
Kubis
Kubis Bunga
Kucing Kucingan
Kumis Kucing
Kunci Pepet
Kunyit
Kwalot

L
Lada
Landep
Landik
Legundi
Lempuyang Gajah
Lempuyang Wangi
Lengkuas
Lenglengan
Lidah Buaya
Lidah Ular
Lobak

M
Mahkota Dewa
Mahoni
Mamang Besar
Manggis
Mangkokan
Melati
Mengkudu
Meniran
Mimba
Mindi Kecil
Mondokaki
Murbei

N
Nampu
Nanas
Nanas Kerang
Ngokilo
Nona Makan Sirih

P
Pacar Air
Pacar Cina
Padi
Pala
Pandan Wangi
Pare
Patah Tulang
Patikan Cina
Patikan Kerbau
Pecut Kuda
Pecut Kuda
Pegagan
Pepaya
Permot
Petai Cina
Pinang
Pisang
Pohon Merah
Portulaka
Poslen
Prasman
Pulai
Pule Pandak
Pulutan
Putri Malu

R
Rambutan
Rincik Bumi
Rumput Mutiara

S
Saga
Salam
Salvia
Sambang Darah
Sambang Getih
Sambiloto
Sambung Nyawa
Sangitan
Sangketan
Sawi Langit
Sawi Tanah
Secang
Seledri
Semanggi Gunung
Semangka
Sembung
Senggani
Sengugu
Sereh
Sesuru
Siantan
Sidaguri
Sirih
Sirsak
Sisik Naga
Som Jawa
Sosor Bebek
Srigading
Srikaya

T
Tahi Kotok
Tanduk Rusa
Tapak Dara
Tapak Kuda
Tapak Liman
Tasbeh
Tebu
Teh
Tembelekan
Tempuyung
Temu Hitam
Temu Kunci
Temu Putih
Temu Putri
Temulawak
Teratai
Teratai Kerdil
Tomat
Tunjung
Turi

U
Ubi Kayu
Urang-Aring

W
Waru
Wijaya kusuma
Wortel

2. Program Rumah Sehat Desa Bangunharja
~Rencana Taktis Sederhana~



3. Pengoptimalan PUSKESMAS Desa
~Rencana Taktis Sederhana~
4. Program Dokter dan Staf Kesehatan Cilik (Dokcil)
~Rencana Taktis Sederhana~

5. Program Peningkatan Kualitas Gizi Masyarakat

~Rencana Taktis Sederhana~

6. Pengoptimalan POSYANDU
~Rencana Taktis Sederhana~

7. Program Penerapan Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian dan Pengabdian Terhadap Masyarakat dalam sub Kesehatan
~Rencana Taktis Sederhana~

8. Pembangunan Pusat Informasi dan Komunikasi Kesehatan Desa
~Rencana Taktis Sederhana~

Pos Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak-anak berbasis Teknologi Facebook

1. Pembinaan Keluarga
2. Pendidikan
3. Kesehatan dan
4. Informasi Lapangan Pekerjaan

Rabu, 16 Desember 2009

CONTOH PROPOSAL RISET DENGAN JUDUL GAMBARAN PARTISIPASI IBU YANG MEMPUNYAI BALITA DALAM MENGIKUTI KEGIATAN POSYANDU DI RW XX KEL. XX KEC. XX KOTA BOGOR TAHUN 2010

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam rangka menuju Indonesia Sehat 2010 yang dicanangkan oleh pemerintah, kualitas dan kuantitas dari pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh keberhasilan dalam memberikan pelayanan holistik pada klien dalam rangka memenuhi sasaran yang ingin dicapai.

Pos Pelayanan Terpadu atau Posyandu merupakan bagian dari pembangunan kesehatan yang diprogramkan oleh pemerintah dimana sasarannya adalah pembangunan kesehatan untuk mencapai keluarga kecil, bahagia dan sejahtera yang dilaksanakan oleh keluarga, bersama masyarakat dengan bimbingan dari petugas kesehatan setempat.

Dari data Sekretaris Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat adanya kejadian luar biasa (KLB) pada akhir tahun 2000 seperti penyakit Polio, KEP, Gizi buruk, dan lain – lain yang melanda hampir seluruh wilayah di Indonesia banyak disebabkan karena kurangnya pemberdayaan masyarakat memanfaatkan Posyandu, padahal dari segi APBN – P tahun 2006, untuk anggaran kegiatan Posyandu nasional sebesar 491,6 milyar.

Menurut Tinuk I (2003), Pemberdayaan adalah upaya peningkatan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi aktif, berperan aktif, bernegosiasi, mempengaruhi dan mengendalikan kelembagaan masyarakatnya secara bertanggung gugat demi perbaikan kehidupannya.

Posyandu diperkenalkan pada masyarakat Indonesia sejak tahun 1984, dan dalam perkembangannya Posyandu tumbuh dengan pesat hingga sekitar tahun 1993, namun setelah tahun 1993 Posyandu mengalami penurunan fungsi dan kegiatannya, padahal dalam pembiayaan penyelenggaraan Posyandu tergolong relatif murah, namun dapat menjangkau cakupan target yang lebih luas, sehingga Posyandu merupakan alternatif pelayanan kesehatan yang perlu dipertahankan.

Dari data Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, di Jawa Tengah terdapat 46.388 unit Posyandu. Untuk wilayah kabupaten Brebes terdapat 1.531 unit Posyandu, sedangkan untuk wilayah kecamatan Sirampog terdapat sekitar 78 unit Posyandu, dan untuk wilayah desa Mendala terdapat 5 (lima) buah Posyandu yaitu Posyandu Melati di dukuh Sabrang, Posyandu Dahlia di dukuh Dukuh Lor, Posyandu Mawar di dukuh Karanganyar, Posyandu Bunga Bangsa di Balai desa Mendala dan Posyandu Pancajaya di dukuh Padanama.
Berdasarkan study pendahuluan, didapatkan adanya penurunan jumlah kunjungan peserta Posyandu di desa Mendala kecamatan Sirampog kabpaten Brebes dari 544 orang menurun menjadi 104 orang bulan Maret 2006. Disamping itu dari 10 orang warga yang diwawancarai secara acak tentang peran dan fungsi Posyandu, didapatkan sebagian besar tidak mengetahui program kerja yang dimiliki Poyandu serta jenis pelayanan kesehatan yang dapat diberikan oleh Posyandu. Dari kelima posyandu tersebut kegiatan yang selama ini dilakukan adalah pemeriksaan tumbuh kembang balita (penimbangan) dan pemeriksaan ibu hamil.

Banyak faktor yang menyebabkan masyarakat berkunjung ke Posyandu, tetapi ada juga masyarakat yang tidak mau berkunjung ke Posyandu. Faktor yang menyebabkan masyarakat tidak mau berkunjung ke Posyandu bisa berasal dari dalam diri orang itu sendiri (faktor Predisposisi) dan dari luar orang itu sendiri (faktor Pemungkin dan faktor Penguat). Salah satu faktor Predisposisi adalah pengetahuan. Faktor pengetahuan masyarakat yang baik mempunyai pengaruh yang besar terhadap peningkatan status kesehatan seseorang, sedangkan pengetahuan masyarakat yang buruk dapat menyebabkan kegagalan dalam peningkatan status kesehatannya.

Dari data statistik desa Mendala kecamatan Sirampog kabupaten Brebes sebagian besar masyarakatnya berpendidikan tamatan SD, (data bulan Desember 2005 87% lulus SD, 11% lulus SLTP dan 2% lulus SLTA dan Perguruan Tinggi.

Menurut Drs. Kodyat, MPA (1996), dalam kegiatan Posyandu terdapat bermacam kegiatan kesehatan mulai dari pemeriksaan tumbuh kembang balita, sampai penyuluhan tentang penatalaksanaan diare. Disamping kegiatan diatas, peran Posyandu mencakup rujukan pasien ke Puskesmas dan kunjungan rumah, dimana kegiatan ini untuk mengetahui bagaimana seorang penderita setelah mendapatkan pengobatan dari Puskesmas dan perawatan apa saja yang masih diberikan,(2,9) sehingga Posyandu diharapkan dapat memenuhi tuntutan masyarakat, yakni menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu, yang sesuai dengan harapan masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam penelitian saat ini, peneliti merumuskan beberapa rumusan masalah diantaranya :

a) Bagaimana gambaran partisipasi ibu yang memepunyai balita dalam mengukiti kegiatan posyandu
b) Berapa rata-rata usia ibu yang mempunyai balita yang mengikuti kegiatan posyandu
c) Apa jenis pekerjaan ibu yang mempunyai balita yang mengikuti kegiatan posyandu
d) Apa pendidikan ibu yang mempunyai balita yang mengikuti kegiatan posyandu
e) Apa motivasi ibu yang mempunyai balita dalam mengikuti kegiatan posyandu

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran partisipasi ibu yang mempunyai balita dalam mengikuti kegiatan posyandu di wilayah RW XIII Kelurahan Pasir Kuda Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor
1.3.2 Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui gambaran partisipasi ibu balita yang mengikuti kegiatan posyandu
b) Untuk mengetahui berapa rata-rata usia ibu balita dalam mengikuti posyandu
c) Untuk mengetahui jenis pekerjaan ibu balita yang mengikuti posyandu
d) Untuk mengetahui jenis pendidikan ibu balita yang mengikuti posyandu
e) Untuk mengetahui motivasi ibu balita dalam mengikuti kegiatan posyandu


1.4 Manfaat Penelitian

a) Bagi Peneliti

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan pengalaman yang nyata mengenai pengaruh tingkat pengetahuan tentang peran dan fungsi Posyandu terhadap motivasi kunjungan masyarakat.

b) Bagi Puskesmas

Hasil dari penelitian ini dapat menjadi masukan bagi Puskesmas sebagai fasilitator Posyandu dalam meningkatkan mutu pelayanan Posyandu terutama dalam memotivasi kunjungan masyarakat.

c) Sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut.

Diharapkan menjadi acuan bagi peneliti lain dalam mengembangkan penelitian sejenis dan penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut sehingga bermanfaat bagi kita semua.





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Teori
2.1.1 Pengertian Partisipasi
Pengertian partisipasi dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah hal turut berperan serta dalam suatu kegiatan.
Partisipasi adalah keikutsertaan, peranserta tau keterlibatan yang berkitan dengan keadaaan lahiriahnya (Sastropoetro;1995).
Pengertian prinsip partisipasi adalah masyarakat berperan secara aktif dalam proses atau alur tahapan program dan pengawasannya, mulai dari tahap sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian kegiatan dengan memberikan sumbangan tenaga, pikiran, atau dalam bentuk materill (PTO PNPM PPK, 2007).
Verhangen (1979) dalam Mardikanto (2003) menyatakan bahwa, partisipasi merupakan suatu bentuk khusus dari interaksi dan komunikasi yang berkaitan dengan pembagian: kewenangan, tanggung jawab, dan manfaat. Theodorson dalam Mardikanto (1994) mengemukakan bahwa dalam pengertian sehari-hari,
Partisipasi merupakan keikutsertaan atau keterlibatan seseorang (individu atau warga masyarakat) dalam suatu kegiatan tertentu. Keikutsertaan atau keterlibatan yang dimaksud di sini bukanlah bersifat pasif tetapi secara aktif ditujukan oleh yang bersangkutan. Oleh karena itu, partisipasi akan lebih tepat diartikan sebagi keikutsertaan seseorang didalam suatu kelompok sosial untuk mengambil bagian dalam kegiatan masyarakatnya, di luar pekerjaan atau profesinya sendiri.
Menurut konsep proses pendidikan, partisipasi merupakan bentuk tanggapan atau responses atas rangsangan-rangsangan yang diberikan; yang dalam hal ini, tanggapan merupakan fungsi dari manfaat (rewards) yang dapat diharapkan (Berlo, 1961).
Partisipasi masyarakat merutut Hetifah Sj. Soemarto (2003) adalah proses ketika warga sebagai individu maupun kelompok sosial dan organisasi, mengambil peran serta ikut mempengaruhi proses perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan kebijakan kebijakan yang langsung mempengaruhi kehiduapan mereka. Conyers (1991) menyebutkan tiga alasan mengapa partisipasi masyarakat mempunyai sifat sangat penting. Pertama partispasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakata, tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal, alasan kedua adalah bahwa masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan mengetahui seluk beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap poyek tersebut. Alasan ketiga yang mendorong adanya partisiapsi umum di banyak negara karena timbul anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri. Hal ini selaras dengan konsep man-cetered development yaitu pembangunan yang diarahkan demi perbaiakan nasib manusia.

2.1.2 Tipologi Partisipasi
Penumbuhan dan pengembangan partisipasi masyrakat serngkali terhambat oleh persepsi yang kurang tepat, yang menilai masyarakat “sulit diajak maju” oleh sebab itu kesulitan penumbuhan dan pengembangan partisipasi masyrakat juga disebabkan karena sudah adanya campur tangan dari pihak penguasa. Berikut adalah macam tipologi partisipasi masyarakat
a. Partisipasi Pasif / manipulatif dengan karakteristik masyrakat diberitahu apa yang sedang atau telah terjadi, pengumuman sepihak oleh pelkasan proyek yanpa memperhatikan tanggapan masyarakat dan informasi yang diperlukan terbatas pada kalangan profesional di luar kelompok sasaran.
b. Partisipasi Informatif memilki kararkteristik dimana masyarakat menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian, masyarakat tidak diberikesempatan untuk terlibat dan mempengaruhi proses penelitian dan akuarasi hasil penelitian tidak dibahas bersama masyarakat.
c. Partisipasi konsultatif dengan karateristik masyaakat berpartisipasi dengan cara berkonsultasi, tidak ada peluang pembutsn keputusan bersama, dan para profesional tidak berkewajiban untuk mengajukan pandangan masyarakat (sebagi masukan) atau tindak lanjut
d. Partisipasi intensif memiliki karakteristik masyarakat memberikan korbanan atau jasanya untuk memperolh imbalan berupa intensif/upah. Masyarakat tidak dilibatkan dalam proses pembelajan atau eksperimen-eksperimen yang dilakukan dan asyarakat tidak memiliki andil untuk melanjutkan kegiatan-kegiatan setelah intensif dihentikan.
e. Partisipasi Fungsional memiliki karakteristik masyarakat membentuk kelompok untuk mencapai tujuan proyek, pembentukan kelompok biasanya setelah ada keptusan-keputusan utama yang di sepakati, pada tahap awal masyarakat tergantung terhadap pihak luar namun secara bertahap menunjukkan kemandiriannya.
f. Partisipasi interaktif memiliki ciri dimana masyarakat berperan dalam analisis untuk perencanaan kegiatan dan pembentukan penguatan kelembagaan dan cenderung melibatkan metoda interdisipliner yang mencari keragaman prespektik dalam proses belajar mengajar yang terstuktur dan sisteatis. Masyarakat memiliki peran untuk mengontrol atas (pelaksanaan) keputusan-keputusan merek, sehingga memiliki andil dalam keseluruhan proses kegitan.
g. Self mobilization (mandiri) memiliki karakter masyarakat mengambil inisiatif sendiri secara bebabas (tidak dipengaruhi oleh pihak luar) untuk mengubah sistem atau nilai-niloai yang mereka miliki. Masyarakat mengambangkan kontak dengan lembaga-lemabaga lain untuk mendapatkan bantuan-bantuan teknis dan sumberdaya yang diperlukan. Masyarakat memegang kendali atas pemanfaatan sumberdaya yang ada dan atau digunakan.
2.1.3 Tahap-Tahap Partisipasi
Uraian dari masing-masing tahapan partisipasi adalah sebagai berikut :
a. Tahap partisipasi dalam pengambilan keputusan
Pada umumnya, setiap program pembangunan masyarakat (termasuk pemanfaatan sumber daya lokal dan alokasi anggarannya) selalu ditetapkan sendiri oleh pemerintah pusat, yang dalam hal ini lebih mencerminkan sifat kebutuhan kelompok-kelompok elit yang berkuasa dan kurang mencerminkan keinginan dan kebutuhan masyarakat banyak. Karena itu, partisipasi masyarakat dalam pembangunan perlu ditumbuhkan melalui dibukanya forum yang memungkinkan masyarakat banyak berpartisipasi langsung di dalam proses pengambilan keputusan tentang program-program pembangunan di wilayah setempat atau di tingkat lokal (Mardikanto, 2001).
b. Tahap partisipasi dalam perencanaan kegiatan
Slamet (1993) membedakan ada tingkatan partisipasi yaitu : partisipasi dalam tahap perencanaan, partisipasi dalam tahap pelaksanaan, partisipasi dalam tahap pemanfaatan. Partisipasi dalam tahap perencanaan merupakan tahapan yang paling tinggi tingkatannya diukur dari derajat keterlibatannya. Dalam tahap perencanaan, orang sekaligus diajak turut membuat keputusan yang mencakup merumusan tujuan, maksud dan target. Salah satu metodologi perencanaan pembangunan yang baru adalah mengakui adanya kemampuan yang berbeda dari setiap kelompok masyarakat dalam mengontrol dan ketergantungan mereka terhadap sumber-sumber yang dapat diraih di dalam sistem lingkungannya. Pengetahuan para perencana teknis yang berasal dari atas umumnya amat mendalam. Oleh karena keadaan ini, peranan masyarakat sendirilah akhirnya yang mau membuat pilihan akhir sebab mereka yang akan menanggung kehidupan mereka. Oleh sebab itu, sistem perencanaan harus didesain sesuai dengan respon masyarakat, bukan hanya karena keterlibatan mereka yang begitu esensial dalam meraih komitmen, tetapi karena masyarakatlah yang mempunyai informasi yang relevan yang tidak dapat dijangkau perencanaan teknis atasan (Slamet, 1993).
c. Tahap partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan, seringkali diartikan sebagai partisipasi masyarakat banyak (yang umumnya lebih miskin) untuk secara sukarela menyumbangkan tenaganya di dalam kegiatan pembangunan. Di lain pihak, lapisan yang ada di atasnya (yang umumnya terdiri atas orang kaya) yang lebih banyak memperoleh manfaat dari hasil pembangunan, tidak dituntut sumbangannya secara proposional. Karena itu, partisipasi masyarakat dalam tahap pelaksanaan pembangunan harus diartikan sebagai pemerataan sumbangan masyarakat dalam bentuk tenaga kerja, uang tunai, dan atau beragam bentuk korbanan lainnya yang sepadan dengan manfaat yang akan diterima oleh warga yang bersangkutan (Mardikanto, 2001).

d. Tahap partisipasi dalam pemantauan dan evaluasi kegiatan Kegiatan pemantauan dan evaluasi program dan proyek pembangunan sangat diperlukan. Bukan saja agar tujuannya dapat dicapai seperti yang diharapkan, tetapi juga diperlukan untuk memperoleh umpan balik tentang masalah-masalah dan kendala yang muncul dalam pelaksanaan pembangunan yang bersangkutan. Dalam hal ini, partisipasi masyarakat mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan perkembangan kegiatan serta perilaku aparat pembangunan sangat diperlukan (Mardikanto, 2001).
e. Tahap partisipasi dalam pemanfaatan hasil kegiatan
Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan, merupakan unsur terpenting yang sering terlupakan. Sebab tujuan pembangunan adalah untuk memperbaiki mutu hidup masyarakat banyak sehingga pemerataan hasil pembangunan merupakan tujuan utama. Di samping itu, pemanfaaatan hasil pembangunan akan merangsang kemauan dan kesukarelaan masyarakat untuk selalu berpartisipasi dalam setiap program pembangunan yang akan datang (Mardikanto, 2001).

2.1.4 Tingkat Kesukarelaan Partisipasi
Dusseldorp (1981) membedakan adanya beberapa jenjang kesukarelaan sebagai berikut:
a. Partisipasi spontan, yaitu peranserta yang tumbuh karena motivasi intrinsik berupa pemahaman, penghayatan, dan keyakinannya sendiri.
b. Partisipasi terinduksi, yaitu peranserta yang tumbuh karena terinduksi oleh adanya motivasi ekstrinsik (berupa bujukan, pengaruh, dorongan) dari luar; meskipun yang bersangkutan tetap memiliki kebebasan penuh untuk berpartisipasi.
c. Partisipasi tertekan oleh kebiasaan, yaitu peranserta yang tumbuh karena adanya tekanan yang dirasakan sebagaimana layaknya warga masyarakat pada umumnya, atau peranserta yang dilakukan untuk mematuhi kebiasaan, nilai-nilai, atau norma yang dianut oleh masyarakat setempat. Jika tidak berperanserta, khawatir akan tersisih atau dikucilkan masyarakatnya.
d. Partisipasi tertekan oleh alasan sosial-ekonomi, yaitu peranserta yang dilakukan karena takut akan kehilangan status sosial atau menderita kerugian/tidak memperoleh bagian manfaat dari kegiatan yang dilaksanakan.
e. Partisipasi tertekan oleh peraturan, yaitu peranserta yang dilakukan karena takut menerima hukuman dari peraturan/ketentuan-ketentuan yang sudah diberlakukan.

2.1.5 Syarat tumbuh partisipasi
Margono Slamet (1985) menyatakan bahwa tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan, sangat ditentukan oleh 3 (tiga) unsur pokok, yaitu:
a. Adanya kemauan yang diberikan kepada masyarakat, untuk berpartisipasi
b. Adanya kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi
c. Adanya kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi
Lebih rinci Slamet menjelaskan tiga persyaratan yang menyangkut kemauan, kemampuan dan kesempatan untuk berpartisipasi adalah sebagai berikut
a) Kemauan
Secara psikologis kemauan berpartisipasi muncul oleh adanya motif intrinsik (dari dalam sendiri) maupun ekstrinsik (karena rangsangan, dorongan atau tekanan dari pihak luar). Tumbuh dan berkembangnya kemauan berpartisipasi sedikitnya diperlukan sikap-sikap yang:
1) Sikap untuk meninggalkan nilai-nilai yang menghambat pembangunan.
2) Sikap terhadap penguasa atau pelaksana pembangunan pada umumnya.
3) Sikap untuk selalu ingin memperbaiki mutu hidup dan tidak cepat puas sendiri.
4) Sikap kebersamaan untuk dapat memecahkan masalah, dan tercapainya tujuan pembangunan.
5) Sikap kemandirian atau percaya diri atas kemampuannya untuk memperbaiki mutu hidupnya

b). Kemampuan
Beberapa kemampuan yang dituntut untuk dapat berpartisipasi dengan baik itu antara lain adalah:
1) Kemampuan untuk mengidentifikasi masalah.
2) Kemampuan untuk memahami kesempatan-kesempatan yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia.
3) Kemampuan untuk melaksanakan pembangunan sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan serta sumber daya lain yang dimiliki
Robbins (1998) kemampuan adalah kapasitas individu melaksanakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Lebih lanjut Robbins (1998) menyatakan pada hakikatnya kemampuan individu tersuusun dari dua perangkat faktor yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik
.
c). Kesempatan
Berbagai kesempatan untuk berpartisipasi ini sangat dipengaruhi oleh:
1) Kemauan politik dari penguasa/pemerintah untuk melibatkan masyarakat dalam pembangunan.
2) Kesempatan untuk memperoleh informasi.
3) Kesempatan untuk memobilisasi dan memanfaatkan sumberdaya.
4) Kesempatan untuk memperoleh dan menggunakan teknologi tepat guna.
5) Kesempatan untuk berorganisasi, termasuk untuk memperoleh dan mempergunakan peraturan, perizinan dan prosedur kegiatan yang harus dilaksanakan.
6) Kesempatan untuk mengembangkan kepemimpinan yang mampu menumbuhkan, menggerakkan dan mengembangkan serta memelihara partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
Sementara Mardikanto (1994) menyatakan bahwa pembangunan yang partisipatoris tidak sekedar dimaksudkan untuk mencapai perbaikan kesejahteraan masyarakat (secara material), akan tetapi harus mampu menjadikan warga masyarakatnya menjadi lebih kreatif. Karena itu setiap hubungan atau interaksi antara orang luar dengan masyarakat sasaran yang sifatnya asimetris (seperti: menggurui, hak yang tidak sama dalam berbicara, serta mekanisme yang menindas) tidak boleh terjadi. Dengan dimikian, setiap pelaksanaan aksi tidak hanya dilakukan dengan mengirimkan orang dari luar ke dalam masrakat sasaran, akan tetapi secara bertahap harus semakin memanfaatkan orang-orang dalam untuk merumuskan perencanaan yang sebaik-baiknya dalam masyarakatnya sendiri.
Mardikanto (2003) menjelaskan adanya kesempatan yang diberikan, sering merupakan faktor pendorong tumbuhnya kemauan, dan kemauan akan sangat menentukan kemampuannya.
2.1.2 Konsep Prilaku
Dalam sebuah buku yang berjudul “Perilaku Manusia” Drs. Leonard F. Polhaupessy, Psi. menguraikan perilaku adalah sebuah gerakan yang dapat diamati dari luar, seperti orang berjalan, naik sepeda, dan mengendarai motor atau mobil. Untuk aktifitas ini mereka harus berbuat sesuatu, misalnya kaki yang satu harus diletakkan pada kaki yang lain. Jelas, ini sebuah bentuk perilaku. Cerita ini dari satu segi. Jika seseoang duduk diam dengan sebuah buku ditangannya, ia dikatakan sedang berperilaku. Ia sedang membaca. Sekalipun pengamatan dari luar sangat minimal, sebenarnya perilaku ada dibalik tirai tubuh, didalam tubuh manusia.
Dalam buku lain diuraikan bahwa perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup)yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh – tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktifitas masing – masing. Sehingga yang dimaksu perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktifitas manusia darimanusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati pihak luar (Notoatmodjo 2003 hal 114).
Skiner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori skiner disebut teori “S – O - R”atau Stimulus – Organisme – Respon. Skiner membedakan adanya dua proses.
a. Respondent respon atau reflexsive, yakni respon yang ditimbulkan oleh rangsangan – rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebutelecting stimulation karena menimbulkan respon – respon yang relative tetap. Misalnya : makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya terang menyebabkan mata tertutup, dan sebagainya. Respondent respon ini juga mencakup perilaku emosinal misalnya mendengar berita musibah menjadi sedih atau menangis, lulus ujian meluapkan kegembiraannya ddengan mengadakan pesta, dan sebagainya.
b. Operant respon atau instrumental respon, yakni respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Pernagsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforce, karena memperkuat respon. Misalnya apabila seorang petugas kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik (respon terhadap uraian tugasnya atau job skripsi) kemudian memperoleh penghargaan dari atsannya (stimulus baru), maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya.
2.1.3 Bentuk Perilaku
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dakam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan / kesadaran, dan sikap yang terjadi belumbisa diamati secara jelas oleh orang lain.
b. Perilaku terbuka adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice).
2.1.4 Domain Perilaku
Diatas telah dituliskan bahwa perilaku merupakan bentuk respon dari stimulus (rangsangan dari luar). Hal ini berarti meskipun bentuk stimulusnya sama namun bentuk respon akan berbeda dari setiap orang. Faktor – factor yang membedakan respon terhadap stimulus disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

a. Faktor internal yaitu karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat given atau bawaan misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.
b. Faktor eksternal yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, fisik, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering menjadi factor yang dominanyang mewarnai perilaku seseorang. (Notoatmodjo, 2007 hal 139)
2.1.5 Proses Tejadinya Perilaku
Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni.
a. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui setimulus (objek) terlebih dahulu.
b. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus
c. Evaluation (menimbang – nimbang baik dan tidaknya stimulus bagi dirinya).Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi
d. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru
e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetanhuan, kesadaran, dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan menjadi kebiasaan atau bersifat langgeng (long lasting). Notoatmodjo, 2003 hal 122)
2.2 Pengertian Posyandu
Pos Pelayanan terpadu atau Posyandu adalah unit kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dengan pembimbing dari tenaga kesehatan dari Puskesmas yang bertujuan untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal.
Posyandu adalah pusat pelayanan keluarga berencana dan kesehatan yang dikelola dan diselenggarakan untuk dan oleh masyarakat dengan dukungan teknis dari petugas kesehatan dalam rangka pencapaian Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS).
Posyandu atau pos pelayanan terpadu, merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh masyarakat untuk masyarakat dengan dukungan tehnis dari petugas kesehatan.
2.2.1 Tujuan Posyandu
a) Mempercepat penurunan angka kematian ibu dan anak.
b) Meningkatkan pelayanan kesehatan ibu untuk menurunkan IMR.
c) Mempercepat penerimaan NKKBS.
d) Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan kegiatan – kegiatan lainyang menunjang peningkatan kemampuan hidup sehat.
e) Pendekatan dan pemerataan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam usaha meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada penduduk berdasarkan letak geografi.
f) Meningkatkan dan pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka alih tehnologi untuk swakelola usaha – usaha kesehatan masyarakat.
2.2.2 Strata Posyandu
Strata Posyandu dapat dikelompokkan menjadi 4 :
a). Posyandu Pratama :
• belum mantap.
• kegiatan belum rutin.
• kader terbatas.


b). Posyandu Madya :
• kegiatan lebih teratur
• Jumlah kader 5 orang

c). Posyandu Purnama :
• kegiatan sudah teratur.
• cakupan program/kegiatannya baik.
• jumlah kader 5 orang
• mempunyai program tambahan
d). Posyandu Mandiri :
• kegiatan secara terahir dan mantap
• cakupan program/kegiatan baik.
• memiliki Dana Sehat dan JPKM yang mantap.


2.2.3 Sasaran Posyandu
Yang menjadi sasaran dalam pelayanan kesehatan di posyandu adalah untuk :
a) Bayi yang berusia kurang dari satu tahun
b) Anak balita usia 1 (satu) sampai 5 (lima) tahun
c) Ibu hamil
d) Ibu menyusui
e) Ibu nifas
f) Wanita usia subur
2.2.4 Kegiatan Posyandu
• Lima kegiatan posyandu (Panca Krida Posyandu)
a). Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
b). Keluarga Berencana
c). Imunisasi
d). Peningkatan Gizi
e). Penatalaksanaan Diare
• Tujuh kegiatan Posyandu (Sapta Krida Posyandu)
a). Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
b). Keluarga Berencana
c). Imunisasi
d). Peningkatan Gizi
e). Penatalaksanaan Diare
f). Sanitasi Dasar
g). Penyediaan Obat Esensial
2.2.5 Pembentukan Posyandu
Posyandu dibentuk dari pos–pos yang telah ada seperti :
a). Pos penimbangan balita
b). Pos immunisasi
c). Pos keluarga berencana desa
d). Pos kesehatan
e). Pos lainnya yang di bentuk baru.
2.2.6 Syarat Posyandu
a). Penduduk RW tersebut paling sedikit terdapat 100 orang balita
b). Terdiri dari 120 kepala keluarga
c). Disesuaikan dengan kemampuan petugas (bidan desa)
d). Jarak antara kelompok rumah, jumlah KK dalam satu tempat atau kelompok tidak terlalu jauh.
2.2.7 Alasan Pendirian Posyandu
a. Posyandu dapat memberikan pelayanan kesehatan khususnya dalam upaya pencegahan penyakit dan PPPK sekaligus dengan pelayanan KB.
b. Posyandu dari masyarakat untuk masyarakat dan oleh masyarakat, sehingga menimbulkan rasa memiliki masyarakat terhadap upaya dalam bidang kesehatan dan keluarga berencana.
2.2.8 Penyelenggara posyandu
a). Pelaksana kegiatan
Adalah anggota masyarakat yang telah di latih menjadi kader kesehatan setempat dibawah bimbingan puskesmas.
b). Pengelola posyandu
Adalah pengurus yang dibentuk oleh ketua RW yang berasal dari kader PKK, tokoh masyarakat formal dan informal serta kader kesehatan yang ada di wilayah tersebut.
2.2.9 Lokasi Posyandu
a). Berada di tempat yang mudah didatangi
b). Ditentukan oleh masyarakat itu sendiri
c). Dapat merupakan lokal itu sendiri
d). Bila tidak memungkinkan dapat dilaksanakan dirumah penduduk, balai desa, pos RT/RW atau pos yang lainnya.

2.2.10 Pelayanan kesehatan yang dijalankan Posyandu
a).Pemeliharaan kesehatan bayi dan balita
• Penimbangan bulanan
• Pemberian makanan tambahan bagi yang berat badannya kurang
• Imunisasi bayi 3 – 14 bulan.
• Pemberian oralit untuk menanggulangi diare.
• pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama.

b). Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, ibu menyusui dan pasangan usia subur.
• Pemeriksaan kesehatan umum
• Pemeriksaan kehamilan dan nifas
• Pelayanan peningkatan gizi melalui pemberian vitamin dan pil penambah darah.
• Imunisasi TT untuk ibu hamil
• Penyuluhan kesehatan dan KB
• Pemberian alat kontrasepsi KB
• Pemberian oralit pada ibu yang menderita diare
• Pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama.
• Pertolongan pertama pada kecelakaan.
2.2.11 Sistem Lima Meja
a). Meja I
• Pendaftaran
• Pencatatan bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui dan pasangan usia subur.
b). Meja II
• Penimbangan balita
• Ibu hamil
c). Meja III
• Pengisian KMS (Kartu Menuju Sehat)
d). Meja IV
• Diketahui berat badan anak yang naik/tidak naik, ibu hamil dengan resiko tinggi, PUS yang belum mengikuti KB
• Penyuluhan kesehatan
• Pelayanan TMT, oralit, vitamin A, tablet zat besi, pil ulangan, kondom

e). Meja V
• Pemberian imunisasi
• Pemeriksaan kehamilan
• Pemeriksaan kesehatan dan pengobatan
• Pelayanan kontrasepsi IUD, suntikan
Untuk meja I sampai IV dilaksanakan oleh kader kesehatan dan untuk meja V dilaksanakan oleh petugas kesehatan diantaranya : dokter, bidan, perawat, juru immunisasi dan sebagainya.
2.2.13 Langkah-Langkah Pembentukan Posyandu
a). Persiapan Sosial
• Persiapan masyarakat sebagai pengelola dan pelaksanaan posyandu
• Persiapan masyarakat umum sebagai pemakai jasa posyandu
b). Perumusan Masalah
• Survei Mawas Diri
• Penyajian hasil survey (loka karya mini)
c). Perencanaan Pemecahan Masalah
• Kaderisasi sebagai pelaksana posyandu
• Pembentukan pengurus sebagai pengelola posyandu
• Menyusun rencana kegiatan posyandu
d). Pelaksanaan Kegiatan
• Kegiatan di posyandu 1 kali sebulan atau lebih
• Pengumpulan dana sehat.
• Pencatatan dan laporan kegiatan posyandu
2.2.14 Faktor-faktor yang mempengaruhi Ibu Balita Mengikuti Kegiatan Posyandu
a) Usia
Usia adalah umur atau lama waktu hidup ada (sejak dilahirkan atau diadakan)
b) Pendidikan
Perbuatan (hal, cara, dan sebagainya) mendidik.
c) Pekerjaan
Sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah.

2.3 Kerangka Teori



BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Konsep


Peneliti mengangkat gambaran partisipasi ibu karena adanya penurunan partisipasi ibu dalam mengikuti posyandu. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui seberapa besar partisipasi ibu yang mempunyai balita dalam mengikuti posyandu dan factor-faktor apa yang menghambat ibu dalam mengikuti posyandu.

3.1.1 Definisi Operasinal

a. Definisi : kehadiran, kedatangan dan peran serta ibu yang mempunyai balita dalam mengikuti posyandu.
b. Cara ukur : wawancara langsung
c. Alat ukur : kuisioner berisi 10 pertanyaan
d. Hasil ukur : baik, cukup, kurang
e. Skala ukur : ordinal

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Design Penelitian

Design penelitian yang dilakukan adalah dengan menggunakan design deskriptif, yaitu suatu bentuk penelitian untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena ini bisa berupa bentuk aktivitas antara fenomena yang satu dengan fenomena yang lainnya. ( Sukmadinata, 2006:72)

4.2 Waktu dan Tempat

Tempat penelitian dilakukan di Posyandu wilayah RW XII Kelurahan Pasir Kuda Kecamatan Bogor Barat, penelitian dilakukan selama 6 bulan.

4.3 Populasi dan Sampel

a. Populasi : Ibu yang mempunyai balita ( bayi dibawah lima tahun ) yang berada di wilayah posyandu Kelurahan Pasir Kuda Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor.
b. Sampel : Ibu yang mempunyai balita ( bayi dibawah lima tahun ) yang berada di posyandu wilayah RW XII Kelurahan Pasir Kuda Kecamatan Bogor Barat.
c. Jumlah : Cara pengambilan sampel dengan minimal 30 responden.
d. Kriteria :

a) Inklusi
Ibu yang mempunyai balita di wilayah RW XII Kelurahan Pasir Kuda Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor yang berpendidikan minimal SD berusia 20-35 tahun.


b) Eklusi
Ibu yang mempunyai balita di wilayah RW XII Kelurahan Pasir Kuda Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor yang berpendidikan minimal SD berusia 20-35 tahun namun pada saat dilakukan penelitian ibu maupun balita yang berada di wilayah RW XII Kelurahan Pasir Kuda Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor sedang sakit sehingga tidak dapat mengikuti posyandu serta yang membawa balita itu bukan ibu kandung.

4.4 Pengumpulan Data

Data yang didapat dikumpulkan melalui wawancara dan kuisioner.

4.5 Pengolahan Data

Data yang terkumpul melalui wawancara dan kuisioner diolah dan dipisahkan antara jumlah responden yang berpartisipasi dan tidak berpartisipai dalam kegiatan posyandu melalui proses:

a. Data Coding
b. Data Editing
c. Data File
d. Data Entri
e. Data Cleaning

4.6 Analisa Data

Analisis data yang digunakan yaitu univariat yang menganalisis data satu persatu variable dimana untuk melihat factor yang paling dominan antara ibu yang berpartisipasi maupun tidak berpartisipai dalam kegiatan posyandu.



DAFTAR PUSTAKA

1. Soetedjo. Yuwono. Revitalisasi Posyandu. Jakarta: Dirjen PPM Dep.Kes. 2006
2. Tinuk. Istiarti. Pemberdayaan Masyarakat. Semarang: Universitas
Diponegoro. 2003
3. Puskesmas Sirampog. Data Statistik Puskesmas Sirampog Kabupaten
Brebes. 2006
4. Harbandiyah. Perencanaan dan Evaluasi Pendidikan Kesehatan. Semarang:
Universitas Diponegoro. 2006
5. Arif Budiwan. Artikel Pengaruh Faktor Pengetahuan, Sikap, dan
Perilaku. BP 4 Semarang. 2004
6. Soekidjo Notoatmojo. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Edisi 1.
Jakarta : PT. Rineka Cipta. 2000
7. Brockopp D.Y dan Hastings-Tolsma M.T. Dasar-Dasar Riset Keperawatan
(terjemahan), Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000
8. Nasrul Effendy.Dasar-Dasar Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.1998
9. Nursalam. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.2003
10. Suharsimi. Arikunto. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta. 1997
11. Santoso. R.G. Statistik, Edisi 1. Yogyakarta : Penerbit ANDI. 2004
12. Ahmul A.A. Riset Keperawatan & Tehnik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Penerbit
Salemba Medika.2003
13. Soekidjo Notoatmodjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. 2002


KUESIONER
GAMBARAN PARTISIPASI IBU YANG MEMPUNYAI BALITA DALAM MENGIKUTI KEGIATAN POSYANDU DI WILAYAH RW XII KEL. PASIR KUDA KEC. BOGOR BARAT KOTA BOGOR

Dalam rangka pemenuhuan tugas akhir, kami mengadakan kuesioner ini untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bagi kami mahasiswa Politeknik Kesehatan Depkes Bandung Jurusan Keperawatan bogor, untuk itu kami meminta bantuan kepada ibu untuk mengisi kuesioner yang telah disediakan. Cara pengisian kuesioner ini dengan menceklis angka yang telah kami sediakan 1-4 didalam kolom, kemudian ibu dapat menambahkan jawaban ibu dalam kolom keterangan untuk mengisi jawaban yang ibu anggap benar.

No.responden :
Nama :
Alamat :
No. telp :
A. Karakteristik
Umur :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Anak ke- :

1. Seberapa Jauh Jarak Posyandu dari rumah ibu ?
a. >100 meter
b. 50 – 100 meter
c. 30 – 40 meter
d. 10 – 20 meter

2. Apakah menurut ibu kegiatan imunisasi di posyandu itu penting ?
a. Tidak penting
b. agak penting
c. Penting
d. Sangat penting

3. Apakah menurut ibu pelayanan posyandu di daerah rumah ibu sudah baik ?
a. Tidak baik
b. agak baik
c. baik
d. Sangat baik

4. Apakah menurut ibu penyelenggaraan imunisasi di posyandu daerah rumah ibu sudah terselenggara dengan baik ?
a. tidak baik
b. agak baik
c. baik
d. sangat baik

5. Apakan ibu mengikuti kegiatan imunisasi di posyandu secara rutin ?
a. Tidak rutin
b. Agak rutin
c. rutin
d. Sangat rutin

6. Menurut ibu seberapa besar keuntungan terselenggaranya posyandu untuk kesehatan putra-putri ibu ?
a. Tidak menguntungkan
b. Sedikit menguntungkan
c. menguntungkan
d. Sangat menguntungkan

7. Apakah ibu tahu tujuan diselenggarakan posyandu ( meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan) ?
a. Tidak tahu
b. cukup tahu
c. tahu
d. sangat tahu

8. Menurut ibu kegiatan imunisasi diselenggarakan berapa minggu sekali ?
a. 1 minggu sekali
b. 2 minggu sekali
c. 3 minggu sekali
d. 4 minggu sekali

9. Apakan ibu mengetahui kegiatan apa saja yang dilakukan diposyandu ?
a. Tidak mengetahui
b. sedikit mengetahui
c. mengetahui
d. sangat mengetahui

10. Apakah ibu tahu sasaran dalam pelayanan kesehatan di posyandu diperuntukkan untuk siapa saja selain bayi dan balita ?
a. Tidak tahu
b. Agak tahu
c. Tahu
d. sangat tahu


Jumat, 11 Desember 2009

UROLITIASIS

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem urinaria adalah suatu system tempat terjadinya proses terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urine (air kemih).(Syaifuddin : 2006)
Ginjal merupakan suatu kelenjar yang terletak di bagian belakang kavum abdominalis di belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra lumbalis III, melekat langsung pada dinding belakang abdomen. Bentuk ginjal seperti biji kacang, jumlahnya ada dua buah kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar daru ginjal kanan dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari ginjal wanita.
Fungsi ginjal diantaranya memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun, mempertahankan suasana keseimbangan cairan, mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam tubuh, dan mengeluarkan sisa-sisa metabolism hasil akhir dari proteim ureum, kretinin, dan amoniak.
Urolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi (batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Urolithiasis terjadi bila batu ada di dalam saluran perkemihan. Batu itu sendiri disebut calculi. Pembentukan batu mulai dengan kristal yang terperangkap di suatu tempat sepanjang saluran perkemihan yang tumbuh sebagai pencetus larutan urin. Calculi bervariasi dalam ukuran dan dari fokus mikroskopik sampai beberapa centimeter dalam diameter cukup besar untuk masuk dalam velvis ginjal. Gejala rasa sakit yang berlebihan pada pinggang, nausea, muntah, demam, hematuria. Urine berwarna keruh seperti teh atau merah.( http://catatanperawat.byethost15.com/asuhan-keperawatan/asuhan-keperawatan-urolithiasis/)
B. Tujuan Penulisan
Penyusunan makalah ini bertujuan agar mahasiswa dapat memahami konsep dasar dari penyakit urolithiasis serta lebih memahami etiologi, patofisiologi dan manifestasi yang ditimbulkan dari penyakit tersebut. Di samping itu dalam makalah ini juga dibahas mengenai konsep asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien dengan urolithiasis, sehingga diharapkan mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan klien.
















BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan
Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjdinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut dlam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).
Susunan Sistem Perkemihan terdiri dari:
1. ginjal (ren) yang menghasilkan urin,
2. Ureter yang membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih),
3. Vesika urinaria (VU), tempat urin dikumpulkan, dan
4. Urethra, urin dikeluarkan dari vesika urinaria.







Gambar 1.1 Oragan Sistem Perkemihan

1. Ginjal (Ren)
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra thorakalis ke 12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal seperti biji kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis dexter yang besar.








Gambar 1.1 Ginjal Manusia
a. Fungsi ginjal adalah :
 memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun,
 mempertahankan suasana keseimbangan cairan,
 mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan
 mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak.

b. Struktur Ginjal
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap, dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna cokelat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.








Gambar 1.2 Struktur dalam (anatomi) ginjal
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus.. Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga calices renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis minores.
Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit fungsional ginjal. Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari : Glomerulus, tubulus proximal, ansa henle, tubulus distal dan tubulus urinarius.
c. Proses pembentukan urin
 Proses Filtrasi
Terjadi penyerapan darah, yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan ke tubulus ginjal. cairan yang di saring disebut filtrate gromerulus.
 Proses Reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glikosa, sodium, klorida, fospat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif (obligator reabsorbsi) di tubulus proximal. sedangkan pada tubulus distal terjadi kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya dialirkan pada papilla renalis.
 Proses sekresi.
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla renalis selanjutnya diteruskan ke luar.
Ginjal mendapatkan darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan arteria renalis, arteri ini berpasangan kiri dan kanan. Arteri renalis bercabang menjadi arteria interlobularis kemudian menjadi arteri akuarta. Arteri interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi arteriolae aferen glomerulus yang masuk ke gromerulus. Kapiler darah yang meninggalkan gromerulus disebut arteriolae eferen gromerulus yang kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena cava inferior.
Ginjal mendapatkan persarafan dari fleksus renalis(vasomotor). Saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal.
2. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika urinaria. Panjangnya ± 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak pada rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis. Lapisan dinding ureter terdiri dari:
a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
b. Lapisan tengah lapisan otot polos
c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltic yang mendorong urin masuk ke dalam kandung kemih.

3. Vesika Urinaria (Kandung Kemih)
Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk seperti buah pir (kendi). letaknya d belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul. Vesika urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet. Dinding kandung kemih terdiri dari:
a. Lapisan sebelah luar (peritoneum).
b. Tunika muskularis (lapisan berotot).
c. Tunika submukosa.
d. Lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).
4. Uretra
Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang berfungsi menyalurkan air kemih ke luar. Pada laki-laki panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm, terdiri dari:
a. Urethra pars Prostatica
b. Urethra pars membranosa ( terdapat spinchter urethra externa)
c. Urethra pars spongiosa.
Urethra pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm (Taylor), 3-5 cm (Lewis). Sphincter urethra terletak di sebelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan urethra disini hanya sebagai saluran ekskresi. Dinding urethra terdiri dari 3 lapisan:
a. Lapisan otot polos, merupakan kelanjutan otot polos dari Vesika urinaria. Mengandung jaringan elastis dan otot polos. Sphincter urethra menjaga agar urethra tetap tertutup.
b. Lapisan submukosa, lapisan longgar mengandung pembuluh darah dan saraf.
c. Lapisan mukosa.

B. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Urolithiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) di traktus urinarius. Batu terbentuk di traktus urinarius ketika konsntrasi substansi tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium fosgat, dan asam urat meningkat.. (Brunner & Sudarth. 2002)
Batu saluran perkemihan merupakan batu yang berada disaluran perkemihan yang biasanya disebabkan karena adanya obstruksi saluran perkemihan atas. Lithiais disebut juga dengan pergerakan batu dimana bentuk batu berada di ginjal, yang kita ketahui sebagai nefrolitiasis ; dimana bentuk batu berada disaluran perkemihan (contohnya di kandung kemih) yang disebut dengan urolitiasis.(Lemon and Burke.2004)
Urolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi (batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Urolithiasis terjadi bila batu ada di dalam saluran perkemihan. (http://catatanperawat.byethost15.com/asuhankeperawatan/asuhankeperawatan-urolithiasis/
Batu ginjal (kalkulus) adalah bentuk deposit mineral, paling umum oksalat Ca 2+ dan fosfat Ca 2+ namun asam urat dan yang lain juga pembentuk batu. Meskipun kalkulus ginjal dapat terbentu dimana saja dari saluran perkemihan, batu ini paling umum ditemukan pada pelvis dan kalik ginjal. Batu ginjal dapat tetap asimtomatik sampai keluar kedalam ureter dan atau aliran urine terhambat, bila potensial untuk kerusakan ginjal adalah akut. (Doengoes, Marilynn E. 2000)
Menurut beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan Urolitiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi (batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal, batu terbentuk di traktus urinarius ketika konsntrasi substansi tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat.










Gambar Posisi Batu Ginjal
Batu dapat ditemukan di setiap bagian ginjal sampai ke kandung kemih dan ukurannya bervariasi dari deposi granuler yang kecil, yang disebut pasir atau kerikil sampai batu sebesar kandung kemih yang berwarna oranye.

2. Proses Pembentukan Batu
Batu dapat juga terbentuk ketika terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal mencegah kristalisasi dalam urin. Kondisi ini yang mempengaruhi laju pembentukan batu mencakup pH urin da ststus cairan pasien (batu cendrung terjadi pada pasien dehidrasi). (Brunner & Sudarth. 2002)
Batu itu sendiri disebut calculi. Pembentukan batu mulai dengan kristal yang terperangkap di suatu tempat sepanjang saluran perkemihan yang tumbuh sebagai pencetus larutan urin. Calculi bervariasi dalam ukuran dan dari fokus mikroskopik sampai beberapa centimeter dalam diameter cukup besar untuk masuk dalam velvis ginjal. Gejala rasa sakit yang berlebihan pada pinggang, nausea, muntah, demam, hematuria. Urine berwarna keruh seperti teh atau merah.
(http://catatanperawat.byethost15.com/asuhankeperawatan/asuhan-keperawatan-urolithiasis/)
3. Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Batu
Factor tertentu yang mempengaruhi pembentukan batu, mencakup infeksi, statis urin, periode inmobilisasi (drainase renal yang lambat dan perubahan metabilisme kalsium).
Hyperkalsemia (kalsium serum yang tnggi) dan hyperkalsuria (kalsium urin tinggi) dapat disebabkan oleh :
a. Hiperparatiroidisme
b. Asidosis tibular renal
c. Malignasi
d. Penyakit granulomatosa (sirkoidosis, tuberkolosis yang menyebabkan peningkatan produksi vitamin oleh jaringa granulomastoma.
e. Masukan vitamin yang berlebihan
f. Masukan susu dan alkali
g. Penyakit mieloproliferatif (leukemia, polisitema, myeloma multiple) yang menyebabkan proliferasi abnormal sel darah merah dari sumsum tulang.

Factor-faktor ini mrncetuskan peningkatan konsentrasi kalsium di dalam darah dan urin, menyebabkan pembentukan batu kalsium. Untuk batu yang mengandung asa urat, stuvirat, atau sistin, maka pemeriksaan fisik dan kerja metabolic yang menyeluruh harus dilakukan berkaitan dengan gangguan yang ditimbulkan oleh pembentukan batu-batu ini. Banyak asam urat dapat dijumpai pada pasien gout. Batu struvit biasanya mengacu pada batu infeksi, terbentuk dalam urin kaya almonoak-alkalin persisten akibat UTI kronik. Banyak sistin terjadi terutama pada beberapa pasien yang mengalami defek absorbs sistin (suatu asam amino) turunan.
Pembentukan batu urinarius juga dapat terjadi pada penyakit imflamasi usus dan pada individu dengan ileostomi atau reseksi usus, karena individu mengabsopsi oksalat secara berlebihan.
Beberapa medikasi yang diketahui menyebabkan batu pada banyak pasien mencakup Antasidsa, Diamox, vitamin D, laksatif, dan aspirin dosis tinggi. Namun demikian pada pasien, mungkin ditemukan penyebabnya.
Batu renal terjadi terutama pada decade ketiga atau kelima kehidupan dan lebih banyak menyerang pria dibandingkan wanita. Sikitar 50% pasien dengan batu ginjal tunggal akan mengalami kembali episode ini dalam waktu 10 tahun. Batu terutama mangadung kalsium atau magnesium dalam kombinasinya dengan fosfat atau oksalat. Kebanyakan batu adalah radiopaq dan dapat dideteksi melalui sinar X-ray.(Sudoyo, Aru W.2006)
4. Jenis-jenis Batu Ginjal
a. Batu kalsium.
Kebanyakan batu mengandung kalsium yang berkombinasi dengan fosfat atau substansi lain. Pada pasien ini, pengurangan kandungan kalsium dan fosfor dalam diet dapat membantu mencegah pembentukan batulebih lanjut. Urin dapat menjadi asam dengan pemakaian medikasi seperti ammonium klorida atau asam asetohidroksamik (Lithostat).
b. Batu Natrium
Natrium selulosa fosfat telah dilaporkan efektif dalam mencegah batu kalsium. Agens ini meningkat kalsium yang berasal dari makanan dalam saluran intestinal, mengurangi jumlah kalsium yang diabsorpsi ke dalam sirkulasi. Jika peningkatan produksi parathormon (menyebabkan peningkatan kadar kalsium serum darah dan urin) merupakan factor yang menyebabkan pembentukan batu, terapi diuretic menggunakan thiazie mungkin efektif dalam mengurangi kalsium ke dalam urindan menurunkan kadar parathormon.

c. Batu fosfat
Diet rendah fosfor dalam diresepkan untuk pasien yang memiliki batu fosfat. Untuk mengatasi kelebihan fosfor, jeli aluminum hidroksida dapat diresepkan karena agens ini bercampur dengan fosfor, dan mengekresikannya melalui saluran intestinal bukan ke system urinarius.
d. Batu Urat
Untuk mengatasi batu urat, pasien diharuskan diet rendah purine untuk mengurangi ekskresi asam urat dalam urin. Makanan tinggi purine (kerang,ikan hering, asparagus, jamur, dan jeroan) harus dihindari, dan protein lain harus dibatasi. Allopurinol (Zyloprim) dapat diresepkan untuk mengurangi kadar asam urat serum dan akskresi asam urat ke dalam urin. Urin dibasakan. Untuk batu sistin, diet rendah protein diresepkan, urin dibasakan, dan penisilamin diberikan untuk mengurangi jumlah sistin dalam urin.
e. Batu Oksalat
Untuk batu oksalat, urin encer dipertahankan dengan pembatasan masukan oksalat. Makanan yang harus dihindari mencakup sayuran hijau berdaun banyak, kacang, seledri, gula bit, buah beri hitam, kelembak, coklat, teh, kopi dan kacang tanah. Jika batu tidak dapat keluar secara spontan atau jika terjadi komplikasi, modalitas penanganan mencakup terapi gelombang kejut ekstrakorporeal, pengangkatan batu perkutan, atau ureteroskopi. (Brunner & Sudarth. 2002)



5. Etiologi
a. Faktor Endogen
Faktor genetik, familial, pada hypersistinuria, hiperkalsiuria dan hiperoksalouria.
b. Faktor Eksogen
Faktor lingkungan, pekerjaan, makanan, infeksi dan kejenuhan mineral dalam air minum.
c. Faktor lain
 Infeksi Saluran Kencing (ISK)
ISK dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan menjadi inti pembentukan Batu Saluran Kencing (BSK) Infeksi bakteri akan memecah ureum dan membentuk amonium yang akan mengubah pH Urine menjadi alkali.
 Stasis dan Obstruksi Urine
Adanya obstruksi dan stasis urine akan mempermudah Infeksi Saluran Kencing.
 Jenis Kelamin
Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding wanita dengan perbandingan 3 : 1.
 Ras
Batu Saluran Kencing lebih banyak ditemukan di Afrika dan Asia.
 Keturunan
Anggota keluarga Batu Saluran Kencing lebih banyak mempunyai kesempatan
 Air Minum
Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum air akan mengurangi kemungkinan terbentuknya batu, sedangkan kurang minum menyebabkan kadar semua substansi dalam urine meningkat.
 Pekerjaan
Pekerja keras yang banyak bergerak mengurangi kemungkinan terbentuknya batu dari pada pekerja yang lebih banyak duduk.
 Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan keringan.
 Makanan
Masyarakat yang banyak mengkonsumsi protein hewani angka morbiditas Batu Saluran Kencing berkurang. Penduduk yang vegetarian yang kurang makan putih telur lebih sering menderita Batu Saluran Kencing (buli-buli dan Urethra).
(http://catatanperawat.byethost15.com/asuhan-keperawatan/asuhan keperawatan-urolithiasis/)
6. Patofisiologi
a. Teori Intimatriks
Terbentuknya Batu Saluran Kencing memerlukan adanya substansi organik Sebagai inti. Substansi ini terdiri dari mukopolisakarida dan mukoprotein A yang mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentukan batu.
b. Teori Supersaturasi
Terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urine seperti sistin, santin, asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.
c. Teori Presipitasi-Kristalisasi
Perubahan pH urine akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam urine. Urine yang bersifat asam akan mengendap sistin, santin dan garam urat, urine alkali akan mengendap garam-garam fosfat.
d. Teori Berkurangnya Faktor Penghambat
Berkurangnya Faktor Penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfat, polifosfat, sitrat magnesium, asam mukopolisakarida akan mempermudah terbentuknya Batu Saluran Kencing.
Hiperkalsuria

Batu di traktus urinarius

Kristalisasi


Infeksi Obstruksi

Sepsis Peningkatan tek.hidrostatik


retensi urin distensi piala ginjal
(http://tutorialkuliah.wordpress.com/2009/01/14/urolithiasis/)
Batu di piala ginjal mungkin berkaitan dengan sakit yang dalam dan terus-menerus diarea kostovertebral. Hematuria dan piuria dapat dijumpai. Nyeri yang berasal dari area menyebar secara anterior dan pada wanita kebawah mendekati kandung kemih dan pada pria mendekati testis. Bila nyeri mendadak menjadi akut , disertai dengan nyeri tekan diseluruh area kortovertebral, dan muncul mual dan muntah, maka pasien sedang mengalami episode kolok renal. Diare dan ketidaknymanan abdomen dapat terjadi. Gejala gastrointestinal ini terjadi akibat reflex renointestinal dan proksimitas anatomic ginjal ke lambung, pancreas dan usus besar.













Gambar Posisi Batu Ginjal
Batu yang terjebak dalam ureter menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa, dan kolik yang menyebar ke paha dan genetslia. Pasien sering merasa ingin berkemih, namun sedikit sekali urin yang keluar, dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasi batu. Kelompok gejala ini disebut kolik uriteral. Umumnya, pasien akan mengeluarakan batu yang berdiameter 0,5 sampai 1 cm secara spontan.
Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan gejala iritasi dan berhubungan dengan iritasi traktus urunarius dan hematuria. Jika batu menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih, akan terjadi retansi urin. Jika infeksi berhubungan dengan adanya batu, maka kondisi ini jauh serius, disertai sepsis yang mengancam kehidupan pasien.
7. Manifestasi Klinik
Gejala yang ditimbulkan dari batu ginjal berbeda-beda tergantung ukuran dan lokasinya. Manifestasinya biasanya terjadi obstuksi aliran urin yang akhirnya menyebabkan distensi dan trauma jaringan otot. (Lemon & Burke.2004)
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius bergantung pada adanya obstruksi, infeksi, dan edema. Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan peningkatan tekanan hidroststik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal, infeksi (pielonefritis dan sistitis yang disertai menggigil, demam, dan disuria) dapat terjadi dari irtasi batu yang terus menerus. Beberapa batu, jika ada, menyebabkan gejala namun secara pelahan merusak unit funsional (nefron) ginjal; sedangkan yang lain menyebabkan nyeri yang luar biasa dan ketidaknyamanan.
8. Pemeriksaan
a. Urinalisa
• Warna : Normal kekuning-kuningan, abnormal merah menunjukkan hematuri (kemungkinan obstruksi urine, kalkulus renalis, tumor, kegagalan ginjal).
• pH : Normal 4,6 – 6,8 (rata-rata 6,0),
• Asam : Asam meningkatkan sistin dan batu asam urat
• alkali : Meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat.
• Urine 24 jam : Kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin meningkat.
• kultur urine : Menunjukkan Infeksi Saluran Kencing.
• BUN : Hasil normal 5 – 20 mg/dl tujuan untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen. BUN menjelaskan secara kasar perkiraan Glomerular Filtration Rate. BUN dapat dipengaruhi oleh diet tinggi protein, darah dalam saluran pencernaan status katabolik (cedera, infeksi).
• Kreatinin serum : Hasil normal laki-laki 0,85 sampai 15mg/dl perempuan 0,70 sampai 1,25 mg/dl tujuannya untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen. Abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
b. Darah lengkap : Hb, Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia.
c. Hormon Paratyroid : Mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine.
d. Foto Rontgen : Menunjukkan adanya calculi atau perubahan anatomik pada area ginjal dan sepanjang uriter.
e. IVP : Memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomik (distensi ureter).
f. Sistoureteroskopi : Visualisasi kandung kemih dan ureter dapat menunjukkan batu atau efek ebstruksi.
g. USG Ginjal : Untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu.
(http://catatanperawat.byethost15.com/asuhan-keperawatan/asuhan keperawatan-urolithiasis/)
9. Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan batu, menentukan jenis batu, mencegah kerusakan nefron, mengendalikan infeksi, dan mengurangi obstruksi yang terjadi.
a. Penatalaksanaan Medis
 Pengangkatan Batu
Sebelum adanya lithotripsy, pengangkatan batu ginjal secara bedah merupakan mode terapi utama. Namun demikian, saat ini, bedah dilakukan hanya pada 1% sampai 2% pasien. Intervensi bedah diindikasikan jika batu tersebut tidak berespons terhadap bentuk penanganan lain. Ini juga dapat dilakukan untuk mengoreksi setiap abnormalitas anatomic dalam ginjal untuk memperbaiki drainase urin.
Pemeriksaan sistoskopik dan pasase kateter ureteral kecil untuk menghilangkan batu yang menyebabkan obstruksi (jika mungkin), akan segera mengurangi tekanan-belakang pada ginjal dan mengurangi nyeri.
 Lihotripsi Gelombang Kejut Ekstrakorporeal (extracorporeal shock wave lithotripsy)
Litotripsi gelombang kejut ekstrakorporeal (ESWL) adalah prosedur noninvasive yang digunakan untuk menghancurkan batu di kaliks ginjal. Setelah batu tersebut pecah menjadi bagian yang kecil seperti pasir, sisa batu-bau tersebut dikeluarkan secara spontan.





Gambar ESWL
Pada ESWL, atau hithotripsi, amplitude tekanan berenergi tinggi dari gelombang kejut dibangkitkan melalui suatu pelepasan energi yang kemudian disalurkan ke air dan jaringan lunak. Ketika gelombang kejut menyentuh substansi yang intensitasnya berbeda (Batu renal), tekanan gelombang mengakibatkan permukaan batu pecah.








Gambar Batu Ginjal Menggunakan ESWL
 Metode Endourologi Pengangkatan Batu
Bidang endourologi menggabungkan keterampilan ahli radiologi dan urologi untuk mengangkat batu renal tanpa pembedahan mayor. Nefrostomi perkuatan (atau nefrolitotomi perkutan) dilakukan, dan nefroskop dimasukkan ke traktus perkutan yang sudah dilebarkan kedalam parenkim renal. Batu dapat diangkat dengan forseps atau jaringan, tergantung dari ukurannya. Selain itu, alat ultrasound dapat dimasukan melalui selang nefrostomi disertai pemakaian gelombang ultrasonic untuk menghancurkan batu. Serpihan batu dan debu batu diirigasi dan diisap keluar dari duktus kolektikus. Batu yang besar selanjutnya dapat dikurangi dengan disintegrasi ultrasonik dan diangkat dengan forsep atau jarring.
 Ureteroskopi
Ureteroskopi mencakup visualisasi dan akses ureter dengan memasukkan suatu alat ureteroskop melalui sistoskop. Batu dapat dihancurkan dengan menggunakan laser, lithotripsy elektrohidraulik, atau ultrasound kemudian diangkat. Suatu stent dapat dimasukkan dan dibiarkan selama 48 jam atau lebih setelah prosedur untuk menjaga kepatenan ureter. Lama rawat biasanya singkat, dan beberapa pasien berhasil ditangani secara rawat jalan.
 Pelarutan Batu
Infuse cairan kemolitik (mis., agens pembuat basa (alkylating) dan pembuat asam (acidifying)) untuk melarutkan batu dapat dilakukan sebagai alternative penannganan untuk pasien kurang berisiko terhadap terapi lain, dan menolak metode lain, atau mereka yang memiliki batu yang mudah larut (struvit). Nefrostomi perkutan dilakukan, dan cairan pengirigasi yang hangat dialirkan secara terus-menerus ke batu. Cairan pengirigasi memasuki duktus kolektikus ginjal melalui ureter atau selang nefrostomi. Tekanan di dalam piala ginjal dipantau selama prosedur.
b. Penatalakasanaan Keperawatan
 Pengurangan nyeri
Tujuan segera dari penanganan kolik renal atau ureteral adalah untuk mengurangi nyeri sampai penyebabnya dapat dihilangkan; morfin atau meperiden untuk mencegah syok dan sinkop akibat nyeri yang luar biasa. Mandi air panas atau hangat di area panggul dapat bermanfaat, cairan diberikan kecuali pasien mengalami muntah atau menderita gagal jantung kongesif atau kondisi lain yang memerlukan perbatasan cairan. Ini meningkatkan tekanan hidrostatik pada ruang dibelakang batu sehingga mendorong pasase batu tersebut ke bawah. Masukan cairan sepanjang hari mengurangi konsentrasi kristaloid urin, mengencerkan urin dan menjamin haluran urin dan menjamin haluran urin yang besar.

 Terapi Nutrisi dan Medikasi
Terapi nutrisi berperan penting dalam mencegah batu renal. Masukan cairan yang adekuat dan menghindari makanan tertentu dalam diet yang merupakan bahan utama pembentuk batu (mis:kalsium) efektif untuk mencegah pembentukan batu atau lebih jauh meningkatkan ukuran batu yang telah ada. Setiap pasien batu renal harus minum paling sedikit 8 gelas air sehari untuk mempertahankan urin encer, kecuali dikontraindikasikan.
 Penyuluhan Pasien
ESWL terbukti efektif pada pasien rawat jalan, oleh karena itu perawat harus menyediakan instruksi perawatan di rumah dan pentingnya tindak lanjut. Pasien didorong untuk meningkatkan masukan cairan untuk memfasilitasi pasase serpihan batu, yang mungkin terjadi 6 minggu sampai beberapa bulan setelah prosedur. Pasien dan keluarga diinstruksikan mengenai tanda gejala yang menunjukkan adanya komplikasi, seperti demam, penurunan haluaran urin, dan nyeri. Perawat juga perlu menjelaskan kepada pasien akan kemungkinan hematuria (diantisipasi untuk semua pasien), namun hal ini dapat hilang dalam waktu 24 jam. Pasien dipantau dengan cermat oleh dokter untuk menjamin bahwa penanganan efektif dan tanpa komplikasi, seperti obstruksi, infeksi, hematoma renal, atau hipertensi.
Karena risiko kambuh yang tinggi perawat harus memberikan pelajaran mengenai batu ginjal dan cara mencegah kekambuhannya. Instruksi mengenai diet kalsium, asam urat dan oksalat yang tepat diderikan, tergantung tulang dari komposisi batu.
10. Komplikasi
a. Obstruksi Ginjal
b. Perdarahan
c. Infeksi
d. Hidronefrosis
(http://catatanperawat.byethost15.com/asuhan-keperawatan/asuhan-keperawatan-urolithiasis/)






















BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN UROLITHIASIS

A. Pengkajian
1. Identitas
Nama klien, nama penanggung jawab umur, No CM, tgl masuk, tgl pengkajian, pendidikan, pekerjaan, diagnosa medis
2. Keluhan Utama
Klien mengatakan nyeri pada daerah panggul dan menyebar ke selangkangan.
3. Riwayat Kesehatan
Keluhan panggul, punggung atau nyeri perut. Gejala lainya seperti mual dan muntah, faktor pendukungnya seperti dehidrasi, riwayat keluarga sebelumnya tentang batu ginjal, tindakan perawatan sekarang dan sebelumnya. (Lemone & Burke.2004)
4. Pemeriksaan Fisik
Penampilan umum meliputi posisi, TTV, warna kulit, Suhu, kelembaban, panggul, atau tenderness, kuantitas, warna dan karakteristin dari urin (hematuria, bakteri, pyuria, ph). (Lemon and Burke.2004)
Hipertensi, palor (muka pucat), diaporesis, tachikardi, tacipnea (mungkin terjadi), panas dingin menandakan tahap akut, costovertebral angle tendernes. Distensi abdomen dan tympani. Pasien akan kurang istirahat dan tidak bisa mendapatkan posisi yang nyaman. (Swearingen, Pamela L.1999)


B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan frekuensi / dorongan kontraksi ureteral
2. Perubahan eliminasi nurin berhubungan dengan iritasi ginjal atau uriteral
3. Kekurangan volume cairan b.d mual/muntah (iritasi saraf abnormal dan pelvic umum dari ginjal atau kolik uretal)
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kuarang terpaparnya informasi
C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan frekuensi / dorongan kontraksi ureteral
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Catat lokasi, lamanya intensitas ini (0-10) dan penyebaran. Perhatikan tanda non verbal, contoh peninggian TD dan nadi, gelisah, merintih, menggelepar.







2. Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan ke staf terhadap perubahan kejadian atau karakteristik nyeri.










3. Berikan tindakan nyaman, contoh pijatan punggung, lingkungan istirahat.

4. Bantu atau dorong penggunaan nafas berfokus, bimbingan imajinasi, dan aktifitas terapeutik.

5. Dorong atau bantu dengan ambulasi sering sesuai indikasi dan tingkatkan pemasukan cairan sedikitnya 3-4 liter/hari dalam toleransi jantung.

6. Perhatikan keluhan peningkatkan atau menetapnya nyeri abdomen.



Kolaborasi
1. Berikan obat sesuai indikasi
Narkotik, contoh : meperidin (Demerol), morfhin.

2. Antispamodik, contoh flavoksad (uripas), oksibutin (Ditropan).


3. Kortikosteroid.


4. Berikan kompres hangat pada punggung.

5. Pertahankan kepatenan kateter bila digunakan.



1. Membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan kalkulus. Nyeri panggul sering menyebar kepunggung, lipat paha, genetalia sehubungan dengan proksimitas syaraf pleksus dan pembuliuh darah yang menyuplai area lain. Nyeri tiba-tiba dan hebat dapat mencetuskan ketakutan, gelisah, ansietas berat.

2. Memberikan kesempatan untuk pemberian analgesi sesuai waktu (membantu dalam meningkatkan kemampuan koping pasien dan dapat menurunkan ansietas) dan mengwaspadakan staf akan kemungkinan akan lewatnya batu atau terjadi komplikasi. Penghentian tiba-tiba nyeri biasanya menunjukkan lewatnya batu.


3. Meningkatkan relaksasi, menurunkun tegangan otot dan meningkatkan koping.

4. Mengarahkan kembali perhatian dan membantu dalam relaksasi otot.


5. Hindari kuat meningkatkan lewatnya batu, mencegah statis urin, dan membantu mencegah pembentukan batu selanjutnya.


6. Obstruksi lengkap ureter dapat menyebabkan perforasi dan ekstravasasi urin ke dalam area perineal. Ini membutuhkan kedaruratan bedah akut.


1. Biasanya diberikan selama episode akut untuk menurunkan kolik uretral dan meningkatkan relaksasi otot atau mental.
2. Menurunkan refleks spasme dapat menurunkan kolik dan nyeri.
3. Mungkin digunakan untuk menurunkan edema jaringan untuk membantu gerakan batu.
4. Menghilangkan tegangan dan dapat menurunkan reflex spasme.
5. Mencegah statis atau retensi urin, menurunkan resiko peningkatan tekanan ginjal dan infeksi.



2. Perubahan eliminasi nurin berhubungan dengan iritasi ginjal atau uriteral
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Awasi pemasukan dan pengeluaran dan karakteristik urin.






2. Tentukan pola berkemih normal pasien dan perhatikan variasi.





3. Dorong meningkatkan pemasukan cairan.


4. Periksa semua urin. Catat adanya keluaran batu dan kirim ke laboratorium untuk analisa.

5. Selidiki keluhan kandung kemih penuh, palpasi untuk distensi suprapubik. Perhatikan penurunan keluaran urin, adanya edema periorbital atau tergantung.


6. Observasi status mental, perilaku atau tingkat kesadaran.


Kolaborasi
1. Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit, BUN, Kreatinin.
2. Ambil urin untuk kultur dan sensitifitas.

3. Berikan obat sesuai indikasi, contoh : asetazolamid (diamoks), alupurinol (ziloprim)
4. Pertahankan kepatenan kateter tak menetap (ureteral, uretral, atau nefrostomi) bila menggunakan.


5. Irigasi dengan asam atau larutan alkalin sesuai indikasi.
1. Memberika informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi, contoh infeksi dan perdarahan. Perdarahan dapat mengindikasikan peningkatan obstruksi atau iritasi ureter. Catatan : perdarahan sehubungna dengan ulserasi ureter jarang.
2. Kalkulus dapat menebabkan ekstabilitas syaraf, yang menyebabkan sensasi kebutuhan berkemih segera. Biasanya frekuensi dan urgensi meningkat bila kalkulus mendekati pertemuan urtrovesikal.
3. Peningkatan hidrasi membilas bakteri, darah, dan debris dan dapat membantu lewatnya batu.

4. Penemuan batu memungkinkan identifikasi tipe batu dan mempengaruhi pilihan terapi.

5. Retensi urin dapat terjadi, menyebabkan distensi jaringan (kandung kemih atau ginjal) dan potensial resiko infeksi, gagal ginjal.



6. Akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi toksik pada SSP.


1. Peninggian BUN, kreatinin dan elektrolit mengindikasikan disfungsi ginjal.
2. Menentukan adanya ISK, dan penyebab atau gejala komplikasi.
3. Meningkatkan pH urin (alkanitas) untuk menurunkan pembentukan batu asam.

4. Mungkin diperlukan untuk membantu aliran atau mencegah retensi dan komplikasi. Catatan : selang mungkin terhambat oleh fragmen batu.

5. Mengubah pH urin dapat membantu pelarutan batu dan mencegah pembentukan batu selanjutnya


3. Kekurangan volume cairan b.d mual/muntah (iritasi saraf abnormal dan pelvic umum dari ginjal atau kolik uretal)
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Awasi pemasukan dan pengeluara





2. Catat insiden muntah, diari. Perhatikan karakteristik dan frekuensi muntah dan diare, juga kejadian yang menyertai atau mencetuskan.



3. Tingkatkan pemasukan cairan sampai 3-4 L/hari dalam toleransi jantung.



4. Awasi tanda vital. Evaluasi nadi, pengisapan kapilar, turgor kulit, dan membrane mukosa



5. Timbang berat badan tiap hari


Kolaborasi
1. Awasi HB/HT, elektrolit


2. Berikan cairan IV


3. Berikan diet tepat, cairan jernih, makanan lembut sesuai toleransi


4. Berikan obat sesuai indikasi: antiemetic, contoh proklorperazim (Compazin)
1. Membandingkan keluaran dan yang diantisipasi membantu dalam evaluasi adanya/derajat statis/kerusakan ginjal. Catatan: kerusakan fungsi ginjal dan penurunan haluran urine dapat mengakibatkan volume sirkulasi lebih tinggi dengan tanda/gejala GGK.

2. Mual/muntah dan diare secara umum berhubungan dengan kolik ginjal karena saraf ganglion seliaka pada kedua ginjal dan lambung. Pencatatan dapat membantu mengesampingkan kejadian abnormal lain yang menyebabkan nyeri atau menunjukkan kalkulus.
3. Mempertahankan keseimbangan cairan untuk homeostasis juga tindakan “mencuci” yang dapat membilas batu keluar. Dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit dapat terjadi sekunder terhadap kehilangan cairan berlebihan (muntah dan diare)
4. Indikator hidrasi/volume sirkulasi dan kebutuhan intervensi. Catatan: penurunan LFG merangsang produksi rennin, yang bekerja untuk meningkatkan TD dalam upaya untuk meningkatkan aliran darah ginjal.
5. Peningkatan berat badan yang cepat mungkin berhubungan dengan retensi


1. Mengkaji hidrasi dan keefektifan/kebutuhan intervensi

2. Mempertahankan volume sirkulasi (bila pemasukan oral tidak cukup) meningkatkan fungsi ginjal.

3. Makanan mudah cerna menurunkan aktivitas GI/Iritasi dan membantu mempertahankan cairan dan keseimbangan nutrisi

4. Menurunkan mual/muntah.


4.Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kuarang terpaparnya informasi
Intervensi Rsional
Mandiri
1. Kaji ulang proses penyakit dan harapan masa datang

2. Tekankan pentingnya pemasukan cairan, contoh 3-4 L/hari atau 6-8 L/hari. Dorong pasien untuk melaporkan mulut kering, dieresis berlebihan/ berkeringat dan untuk mrningkatkan pemasukan cairan baik bila haus atau tidak.

3. Kaji ulang program diet, sesuai individual.




4. Diet rendah purin, contoh membatasi daging berlemak, kalkun, tumbuhan polong, gandum, alcohol.

5. Diet rendah kasium, contoh membatasi susu, keju, sayur berdaun hijau, yoghurt
6. Diet rendak oksalat, contoh pembatasan coklat, minuman mengandung kafein, bit, bayam.
7. Diet rendah kalsium/fosfat dengan jully karbonat almunium 30-40 ml. 30 menit pc/jam.


8. Diskusikan program obat-obatan, hindarin obat yang dijual bebas dan membaca semua label produk/kandungan dalam makanan.



9. Mendengar dengan aktif tentang program terapi/ perubahan pola hidup.

10. Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medic contoh, nyeri berulang, hematuria, oliguria.

11. Tunjukkan perawatan yang tepat terhadap insisi atau kateter bila ada.
1. Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi.

2. Pembilasan system ginjal menurunkan kesempatan status ginjal dan pembentukan batu. Peningkatan kehilangan cairan/dehidrasi memerlukan pemasukan tambahan dalam kebutuhan sehari-sehari.

3. Diet tergantung pada tipe batu. Pemahaman alas an pembatasan memberikan kesempatan pada pasien membuat pilihan informasi, meningkatkan kerjasama dalam program dan dapt mencegah kekambuhan.

4. Menurunkan pemasukan oral terhadap prekusor asam urat.


5. Menurunkan resiko pembentukan batu kalsium.

6. Menurunkan pembentukan batu kalsium oksalat
7. Mencegah kalkulus fosfat dengan membentuk presipitat yang tak larut dalam traktus GI. Mengurangi beban nefron ginjal, juga efektif melawan bentuk kalkulus kalsium lain. Catatan : dapat menyebabkan konstipasi.
8. Obat-obatan diberikan untuk mengasamkan atau mengakalikan urin, tergantung pada penyebab dasar pembentukan batu. Makan produk yang mengandung bahan yang dikontaindikasikan secara individu (contoh kalsium, fosfat) potensial pembentukan obat ulang.
9. Membantu pasien bekerja melalui perasaan dan meningkatkan rasa control terhadap apa yang terjadi.
10. Dengan peningkatan kemungkinan berulangnya batu, intervensi segera dapat mencegah komplikasi serius,

11. Meningkatkan kemampuan perawatan diri dan kemandirian











BAB IV
KESIMPULAN

Urolithiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) di traktus urinarius. Batu terbentuk di traktus urimarius ketika konsntrasi substansi tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium fosgat, dan asam urat meningkat. Batu dapat juga terbentuk ketika terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal mencegah kristalisasi dalam urin. Kondisi ini yang mempengaruhi laju pembentukan batu mencakup pH urin da ststus cairan pasien (batu cendrung terjadi pada pasien dehidrasi).
Batu ginjal (kalkulus) adalah bentuk deposit mineral, paing umum oksalat Ca 2 dan fosfat Ca 2, namun asam urat dan yang lain juga pembentuk batu. Meskipun kalkulus ginjal dapat terbentu dimana saja dari saluran perkemihan, batu ini paling umum ditemukan pada pelvis dan kalik ginjal. Batu ginjal dapat tetap asimtomatik sampai keluar kedalam ureter dan atau aliran urine terhambat, bila potensial untuk kerusakan ginjal adalah akut
















DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Carpenito, Linda Jual. (1995). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Jakarta:EGC.
Doenges, et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan . Jakarta: EGC.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:EGC.
Lemone, Prisilla and Keren Burke.2004. Medical Surgical Nursing.Columbia : Pearson Prentice Hall.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. V. Bandung:Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran.
Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI.
Swearingen, Pamela L.1999.Manual of Medical Surgical Nursing Care. St Louis: Mosby.
http://catatanperawat.byethost15.com/asuhan-keperawatan/asuhan-keperawatan-urolithiasis/
http://tutorialkuliah.wordpress.com/2009/01/14/urolithiasis/
INFO KESEHATAN © 2008. Design by :vio Templates Sponsored by: gold bola