PENDAHULUAN
Angiofibroma nasofaring (angiofibroma nasopharynx/ nasopharyngeal angiofibroma) adalah suatu tumor jinak nasofaring yang secara histologik jinak namun secara klinis bersifat ganas karena mendestruksi tulang dan meluas ke jaringan sekitarnya, seperti ke sinus paranasalis, pipi, mata dan tengkorak, serta sangat mudah berdarah yang sulit dihentikan. Jinak tetapi merupakan tumor pembuluh darah lokal yang agresif dari anak atau remaja laki-laki, pernah juga dilaporkan pada perempuan tetapi sangat jarang.
Itulah sebabnya tumor ini disebut juga angiofibroma nasofaring belia (“Juvenile nasopharyngealangiofibroma”). Tetapi istilah juvenile ini kurang tepat karena neoplasma ini terdapat juga pada pasien yang lebih tua.
Angiofibroma nasofaring (angiofibroma nasopharynx/ nasopharyngeal angiofibroma) adalah suatu tumor jinak nasofaring yang secara histologik jinak namun secara klinis bersifat ganas karena mendestruksi tulang dan meluas ke jaringan sekitarnya, seperti ke sinus paranasalis, pipi, mata dan tengkorak, serta sangat mudah berdarah yang sulit dihentikan. Jinak tetapi merupakan tumor pembuluh darah lokal yang agresif dari anak atau remaja laki-laki, pernah juga dilaporkan pada perempuan tetapi sangat jarang.
Itulah sebabnya tumor ini disebut juga angiofibroma nasofaring belia (“Juvenile nasopharyngealangiofibroma”). Tetapi istilah juvenile ini kurang tepat karena neoplasma ini terdapat juga pada pasien yang lebih tua.
ANATOMI
Ruang nasofaring yang relatif kecil terdiri dari atau mempunyai hubungan yang erat dengan beberapa struktur yang secara klinis mempunyai arti penting.
1. Pada dinding posterior meluas ke arah kubah adalah jaringan adenoid.
2. Terdapat jaringan limfoid pada dinding faring lateral dan pada resessus faringeus, yang dikenal sebagai fossa Rosenmuller.
3. Torus tubarius, refleksi mukosa faring di atas bagian kartilago saluran tuba eustachii yang berbentuk bulat dan menjulang tampak sebagai tonjolan seperti ibu jari ke dinding lateral nasofaring tepat diatas perlekatan palatum mole.
4. Koana pada posterior rongga hidung.
5. Foramina kranial, yang terletak berdekatan dan dapat terkena akibat perluasan dari penyakit nasofaring, termasuk foramen jugularis yang dilalui oleh saraf kranial glossofaringeus, vagus, dan spinal assesori.
6. Struktur pembuluh darah yang penting yang letaknya berdekatan termasuk sinus petrosus inferior, vena jugularis interna, cabang-cabang meningeal dari oksiput dan arteri faringea asendens, dan foramen hipoglossus yang dilalui saraf hipoglossus.
7. Tulang temporalis bagian petrosa dan foramen laserum yang terletak dekat bagian lateral atap nasofaring.
8. Ostium dari sinus-sinus sfenoid.
Ruang nasofaring yang relatif kecil terdiri dari atau mempunyai hubungan yang erat dengan beberapa struktur yang secara klinis mempunyai arti penting.
1. Pada dinding posterior meluas ke arah kubah adalah jaringan adenoid.
2. Terdapat jaringan limfoid pada dinding faring lateral dan pada resessus faringeus, yang dikenal sebagai fossa Rosenmuller.
3. Torus tubarius, refleksi mukosa faring di atas bagian kartilago saluran tuba eustachii yang berbentuk bulat dan menjulang tampak sebagai tonjolan seperti ibu jari ke dinding lateral nasofaring tepat diatas perlekatan palatum mole.
4. Koana pada posterior rongga hidung.
5. Foramina kranial, yang terletak berdekatan dan dapat terkena akibat perluasan dari penyakit nasofaring, termasuk foramen jugularis yang dilalui oleh saraf kranial glossofaringeus, vagus, dan spinal assesori.
6. Struktur pembuluh darah yang penting yang letaknya berdekatan termasuk sinus petrosus inferior, vena jugularis interna, cabang-cabang meningeal dari oksiput dan arteri faringea asendens, dan foramen hipoglossus yang dilalui saraf hipoglossus.
7. Tulang temporalis bagian petrosa dan foramen laserum yang terletak dekat bagian lateral atap nasofaring.
8. Ostium dari sinus-sinus sfenoid.
INSIDENS
Insiden dari angiofibroma tinggi dibeberapa bagian dari belahan dunia, seperti pada Timur Tengah dan Amerika. Martin, Ehrlich dan Abels (1948) melaporkan rata-rata setiap tahunnya dari satu atau dua pasien untuk 2000 pasien yang diobati pada Head and Neck Service of The Memorial Hospital, New York. Di London, Harrison (1976) mencatat status dari satu per 15000 pasien pada Royal National Throat, Nose and Ear Hospital dimana satu kesimpulan bahwa lebih sedikit angiofibroma di London dibanding di New York.
Walapun angiofibroma merupakan tumor jinak yang paling sering pada nasofaring, tetapi jumlahnya kurang dari 0,05% dari tumor kepala dan leher. Sekarang ada kesepakatan bersama bahwa ini semata-mata penyakit dari laki-laki dan umur rata-rata yang terkena sekitar 14 tahun (Harrison, 1976). Jaraknya, bagaimanapun bervariasi antara umur 7 dan 19 tahun (Martin, Ehrlich dan Abela, 1948). Angiofibroma Nasofaring jarang pada pasien lebih dari 25 tahun.
Insiden dari angiofibroma tinggi dibeberapa bagian dari belahan dunia, seperti pada Timur Tengah dan Amerika. Martin, Ehrlich dan Abels (1948) melaporkan rata-rata setiap tahunnya dari satu atau dua pasien untuk 2000 pasien yang diobati pada Head and Neck Service of The Memorial Hospital, New York. Di London, Harrison (1976) mencatat status dari satu per 15000 pasien pada Royal National Throat, Nose and Ear Hospital dimana satu kesimpulan bahwa lebih sedikit angiofibroma di London dibanding di New York.
Walapun angiofibroma merupakan tumor jinak yang paling sering pada nasofaring, tetapi jumlahnya kurang dari 0,05% dari tumor kepala dan leher. Sekarang ada kesepakatan bersama bahwa ini semata-mata penyakit dari laki-laki dan umur rata-rata yang terkena sekitar 14 tahun (Harrison, 1976). Jaraknya, bagaimanapun bervariasi antara umur 7 dan 19 tahun (Martin, Ehrlich dan Abela, 1948). Angiofibroma Nasofaring jarang pada pasien lebih dari 25 tahun.
ETIOLOGI
Etiologi tumor ini masih belum jelas, berbagai macam teori banyak dikemukakan. Salah satu diantaranya adalah teori jaringan asal, yaitu pendapat bahwa tempat perlekatan spesifik angiofibroma adalah di dinding posterolateral atap rongga hidung. Faktor hormonaldikemukakan sebagai penyebabnya. Banyak bukti memperlihatkan secara langsung adanya reseptor seks-hormon, seperti reseptor androgen (RA), reseptor estrogen (RE), dan reseptor progesteron (RP), pada tumor ini. Bukti ini secara langsung memperlihatkan bahwa reseptor seks-hormon muncul pada angiofibroma dengan menggunakan teknik sensitive immunocytochemical dan mencatat populasi sel yang mana memperlihatkan reseptor tersebut. 24 angiofibroma nasofaring diperoleh dari jaringan penyimpanan, dan studi imunositokimia menunjukkan dengan antibodi pada RA, RP, dan RE. Stromal positif dan nukleus endotelial immunostaining, menunjukkan adanya RA pada 75% dari 24 kasus, 8,3% positif andibodi RP dan negatif dengan antibodi dengan RE. Hasil menetapkan bukti langsung pertama adanya antibodi dari reseptor androgen pada angiofibroma.
Penelitian lain menunjukkan adanya faktor pertumbuhan yang memediasi proliferasi agresif sel stromal dan angiogenesis. Transforming Growth Factor-1 (TGF-1) atau faktor pertumbuhan pengubah-1 adalah polipeptida yang disekresikan dalam bentuk inaktif, dipecah untuk menghasilkan bentuk aktif, dan kemudian tidak diaktifkan dalam jaringan. TGF-1 mengaktifkan proliferasi fibroblas dan dikenal sebagai induksi angiogenesis. TGF-1 aktif diidentifikasi pada sel nukleus stromal dan sitoplasma dan pada endotelium kapiler pada semua spesimen angiofibroma nasofaring juvenile.
Etiologi tumor ini masih belum jelas, berbagai macam teori banyak dikemukakan. Salah satu diantaranya adalah teori jaringan asal, yaitu pendapat bahwa tempat perlekatan spesifik angiofibroma adalah di dinding posterolateral atap rongga hidung. Faktor hormonaldikemukakan sebagai penyebabnya. Banyak bukti memperlihatkan secara langsung adanya reseptor seks-hormon, seperti reseptor androgen (RA), reseptor estrogen (RE), dan reseptor progesteron (RP), pada tumor ini. Bukti ini secara langsung memperlihatkan bahwa reseptor seks-hormon muncul pada angiofibroma dengan menggunakan teknik sensitive immunocytochemical dan mencatat populasi sel yang mana memperlihatkan reseptor tersebut. 24 angiofibroma nasofaring diperoleh dari jaringan penyimpanan, dan studi imunositokimia menunjukkan dengan antibodi pada RA, RP, dan RE. Stromal positif dan nukleus endotelial immunostaining, menunjukkan adanya RA pada 75% dari 24 kasus, 8,3% positif andibodi RP dan negatif dengan antibodi dengan RE. Hasil menetapkan bukti langsung pertama adanya antibodi dari reseptor androgen pada angiofibroma.
Penelitian lain menunjukkan adanya faktor pertumbuhan yang memediasi proliferasi agresif sel stromal dan angiogenesis. Transforming Growth Factor-1 (TGF-1) atau faktor pertumbuhan pengubah-1 adalah polipeptida yang disekresikan dalam bentuk inaktif, dipecah untuk menghasilkan bentuk aktif, dan kemudian tidak diaktifkan dalam jaringan. TGF-1 mengaktifkan proliferasi fibroblas dan dikenal sebagai induksi angiogenesis. TGF-1 aktif diidentifikasi pada sel nukleus stromal dan sitoplasma dan pada endotelium kapiler pada semua spesimen angiofibroma nasofaring juvenile.
LOKASI
Lokasi dari tumor masih menjadi perdebatan. Awalnya dikira muncul dari akar nasofaring atau dinding anterior dari tulang sfenoid tetapi sekarang dipercaya muncul dari bagian posterior dari kavum nasi dekat dengan tepi dari foramen sphenopalatina. Dari sini tumor bertumbuh masuk kedalam kavum nasi, nasofaring dan kedalam fossa pterygopalatina, berjalan dibelakang dinding posterior dari sinus maksillaris dimana menekan kedepan dari pertumbuhan tumor.
Lokasi dari tumor masih menjadi perdebatan. Awalnya dikira muncul dari akar nasofaring atau dinding anterior dari tulang sfenoid tetapi sekarang dipercaya muncul dari bagian posterior dari kavum nasi dekat dengan tepi dari foramen sphenopalatina. Dari sini tumor bertumbuh masuk kedalam kavum nasi, nasofaring dan kedalam fossa pterygopalatina, berjalan dibelakang dinding posterior dari sinus maksillaris dimana menekan kedepan dari pertumbuhan tumor.
PATOLOGI
Secara makroskopik, angiofibroma nampak sebagai keras, berlobulasi membengkak agak lembut, menyesuaikan dengan peningkatan umur. Warnanya bervariasi dari merah muda sampai putih. Bagian yang terlihat di nasofaring dan karena itu dibungkus oleh membran mukous tetap berwarna merah muda, sedangkan bagian yang keluar ke daerah yang berdekatan ekstrafaringeal sering berwarna putih atau abu-abu. Secara histologik, angiofibroma kebanyakan terdiri dari jaringan fibrosa padat menyisipkan dengan pembuluh darah dari ukuran bervariasi dan konfigurasi. Pembuluh darah biasanya mudah pecah dan dilapisi oleh lapisan tunggal dari endotelium. Karena dindingnya hanya dari lapisan elastik dan lapisan otot halus, pembuluh darah ini tidak dapat mengalami vasokonstriksi ketika terjadi trauma, menyebabkan perdarahan yang berlimpah.
Tumor yang berlangsung lama, cenderung kearah penekanan perlahan dari sinusoid, jadi batas endotelial sel terdorong saling berlawanan arah seperti kabel, sementara lainnya terjadi trombosis intravaskular. Komponen fibrosa biasanya padat dan seluler. Sel stromal, yang melambangkan fibroblas dan atau miofibroblas, mengelilingi pada nukleus stellata dan kadang-kadang, nekleolus prominent. Mitosis tidak ada. Mikroskop elektron memperlihatkan karakteristik dari granula kromatin padat terdistribusi dalam nukleus dari fibroblas.
Secara makroskopik, angiofibroma nampak sebagai keras, berlobulasi membengkak agak lembut, menyesuaikan dengan peningkatan umur. Warnanya bervariasi dari merah muda sampai putih. Bagian yang terlihat di nasofaring dan karena itu dibungkus oleh membran mukous tetap berwarna merah muda, sedangkan bagian yang keluar ke daerah yang berdekatan ekstrafaringeal sering berwarna putih atau abu-abu. Secara histologik, angiofibroma kebanyakan terdiri dari jaringan fibrosa padat menyisipkan dengan pembuluh darah dari ukuran bervariasi dan konfigurasi. Pembuluh darah biasanya mudah pecah dan dilapisi oleh lapisan tunggal dari endotelium. Karena dindingnya hanya dari lapisan elastik dan lapisan otot halus, pembuluh darah ini tidak dapat mengalami vasokonstriksi ketika terjadi trauma, menyebabkan perdarahan yang berlimpah.
Tumor yang berlangsung lama, cenderung kearah penekanan perlahan dari sinusoid, jadi batas endotelial sel terdorong saling berlawanan arah seperti kabel, sementara lainnya terjadi trombosis intravaskular. Komponen fibrosa biasanya padat dan seluler. Sel stromal, yang melambangkan fibroblas dan atau miofibroblas, mengelilingi pada nukleus stellata dan kadang-kadang, nekleolus prominent. Mitosis tidak ada. Mikroskop elektron memperlihatkan karakteristik dari granula kromatin padat terdistribusi dalam nukleus dari fibroblas.
PENYEBARAN
Angiofibroma nasofaring adalah tumor jinak tetapi invasif lokal dan merusak struktur sekitarnya. Dapat meluas kedalam :
a. Cavum nasi menyebabkan obstruksi nasi, epistaksis dan pengeluaran cairan hidung.
b. Sinus-sinus paranasalis. Sinus maksillaris, sfenoidales dan ethmoidales semua dapat diserang.
c. Fossa pterygomaksillaris, fossa infratemporalis dan pipi.
d. Orbita memberikan gejala prodtosis dan deformitas ”face-frog”. Masuk melalui fissura orbitalis inferior dan juga merusak apeks dari orbita. Dapat juga masuk ke orbita melalui fissura orbitalis superior.
e. Cavum kranial. Fossa kranialis media yang paling sering.
Ada 2 jalan masuknya :
i. Dengan pengrusakan lantai fossa kranialis media anterior ke foramen lacerum. Tumor berada dilateral dari arteri karotis dan sinus kavernosus.
ii. Melalui sinus sfenoid, kedalam sella. Tumor berada dimedial dari arteri karotikus.
Angiofibroma nasofaring adalah tumor jinak tetapi invasif lokal dan merusak struktur sekitarnya. Dapat meluas kedalam :
a. Cavum nasi menyebabkan obstruksi nasi, epistaksis dan pengeluaran cairan hidung.
b. Sinus-sinus paranasalis. Sinus maksillaris, sfenoidales dan ethmoidales semua dapat diserang.
c. Fossa pterygomaksillaris, fossa infratemporalis dan pipi.
d. Orbita memberikan gejala prodtosis dan deformitas ”face-frog”. Masuk melalui fissura orbitalis inferior dan juga merusak apeks dari orbita. Dapat juga masuk ke orbita melalui fissura orbitalis superior.
e. Cavum kranial. Fossa kranialis media yang paling sering.
Ada 2 jalan masuknya :
i. Dengan pengrusakan lantai fossa kranialis media anterior ke foramen lacerum. Tumor berada dilateral dari arteri karotis dan sinus kavernosus.
ii. Melalui sinus sfenoid, kedalam sella. Tumor berada dimedial dari arteri karotikus.
GEJALA KLINIK
Gejala :
1. Paling sering mengenai anak dan remaja laki-laki.
2. Umumnya pada dekade ke-2, antara 7-19 tahun. Jarang pada pasien dengan umur lebih dari dua puluh lima tahun.
3. Obstruksi nasal. Gejala yang paling sering, terutama pada tadium awal.
4. Epistaksis. Kebanyakan unilateral dan rekuren; biasanya epistaksis berat memerlukan perhatian medis; diagnosis dari angiofibroma pada laki-laki remaja dipertimbangkan.
5. Sakit kepala. Terutama jika sinus-sinus paranasalis tersumbat.
6. Muka bengkak.
7. Gejala lainnya termasuk rinore unilateral, anosmia, hiposmia, rinolalia, otalgia, pembengkakan dari palatum, dan deformitas pipi.
Gejala :
1. Paling sering mengenai anak dan remaja laki-laki.
2. Umumnya pada dekade ke-2, antara 7-19 tahun. Jarang pada pasien dengan umur lebih dari dua puluh lima tahun.
3. Obstruksi nasal. Gejala yang paling sering, terutama pada tadium awal.
4. Epistaksis. Kebanyakan unilateral dan rekuren; biasanya epistaksis berat memerlukan perhatian medis; diagnosis dari angiofibroma pada laki-laki remaja dipertimbangkan.
5. Sakit kepala. Terutama jika sinus-sinus paranasalis tersumbat.
6. Muka bengkak.
7. Gejala lainnya termasuk rinore unilateral, anosmia, hiposmia, rinolalia, otalgia, pembengkakan dari palatum, dan deformitas pipi.
Tanda-tanda :
1. Massa di cavum nasi.
2. Massa di Orbita.
3. Proptosis.
4. Tanda lainnya mungkin termasuk otitis serosa pada blokade tuba eustakhius. Pembengkakan zigomatikus dan trismus menandakan penyebaran dari tumor ke fossa infratemporal. Penuruan penglihatan mengenai nervus optik jarang dilaporkan.
1. Massa di cavum nasi.
2. Massa di Orbita.
3. Proptosis.
4. Tanda lainnya mungkin termasuk otitis serosa pada blokade tuba eustakhius. Pembengkakan zigomatikus dan trismus menandakan penyebaran dari tumor ke fossa infratemporal. Penuruan penglihatan mengenai nervus optik jarang dilaporkan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Anemia yang kronis merupakan keadaan yang sering ditemukan pada keadaan ini.
Anemia yang kronis merupakan keadaan yang sering ditemukan pada keadaan ini.
Biopsi
Kebanyakan kasus dari angiofibroma nasofaring juvenile tidak dianjurkan untuk biopsi sebelum reseksi defenitif. Walaupun didapatkan gambaran radiologis yang klasik, bagaimanapun, tidak ada tanda absolut dari angiofibroma. Jika tumor atipikal atau jika gambaran klinik tidak biasa, seharusnya dipertimbangkan untuk biopsi sebelum tumor direseksi. Bila diperlukan, biopsi dari kasus yang dicurigai angiofibroma dapat dilakukan di ruang operasi.
Kebanyakan kasus dari angiofibroma nasofaring juvenile tidak dianjurkan untuk biopsi sebelum reseksi defenitif. Walaupun didapatkan gambaran radiologis yang klasik, bagaimanapun, tidak ada tanda absolut dari angiofibroma. Jika tumor atipikal atau jika gambaran klinik tidak biasa, seharusnya dipertimbangkan untuk biopsi sebelum tumor direseksi. Bila diperlukan, biopsi dari kasus yang dicurigai angiofibroma dapat dilakukan di ruang operasi.
Pemeriksaan Radiologis
FOTO SINAR-X
Pada foto sinar-X tumor nampak sebagai massa jaringan lunak dalam nasofaring. Holman dan Miller menggambarkan karakteristik dari tumor ini pada foto lateral, yang tergantung pada lokasi tipikal dalam alur pterygomaksillaris. Ini dikenal sebagai “tanda antral” dan terdiri dari tulang anterior dari dinding posterior dari antrum maksillaris. Tanda ini sering sulit untuk dikenali.
CT SCAN
Memperlihatkan perluasan ke sinus sfenoid, erosi dari sayap sfenoid yang besar, atau invasif dari pterygomaksillaris dan fossa infratemporal biasanya terlihat.
MRI (MAGNETIC RESONANCE IMAGING)
Diindikasikan untuk menggambarkan dan menjelaskan batas dari tumor, terutama pada kasus-kasus dari keterlibatan intrakranial.
ANGIOGRAFI
Dengan angiografi terlihat gambaran vaskuler yang banyak (ramai). Pada Angiografi ini terlihat lesi vaskuler yang terutama disuplai oleh cabang dari arteri maxillaris interna. Angiografi terutama dilakukan pada kasus dengan kecurigaan adanya penyebaran intrakranial atau pada pasien dimana pada penanganan sebelumnya gagal.
FOTO SINAR-X
Pada foto sinar-X tumor nampak sebagai massa jaringan lunak dalam nasofaring. Holman dan Miller menggambarkan karakteristik dari tumor ini pada foto lateral, yang tergantung pada lokasi tipikal dalam alur pterygomaksillaris. Ini dikenal sebagai “tanda antral” dan terdiri dari tulang anterior dari dinding posterior dari antrum maksillaris. Tanda ini sering sulit untuk dikenali.
CT SCAN
Memperlihatkan perluasan ke sinus sfenoid, erosi dari sayap sfenoid yang besar, atau invasif dari pterygomaksillaris dan fossa infratemporal biasanya terlihat.
MRI (MAGNETIC RESONANCE IMAGING)
Diindikasikan untuk menggambarkan dan menjelaskan batas dari tumor, terutama pada kasus-kasus dari keterlibatan intrakranial.
ANGIOGRAFI
Dengan angiografi terlihat gambaran vaskuler yang banyak (ramai). Pada Angiografi ini terlihat lesi vaskuler yang terutama disuplai oleh cabang dari arteri maxillaris interna. Angiografi terutama dilakukan pada kasus dengan kecurigaan adanya penyebaran intrakranial atau pada pasien dimana pada penanganan sebelumnya gagal.
STADIUM
Sebagai neoplasma dari nasofaring, stadium tumor berdasarkan pada daerah yang terlibat adalah penting untuk evaluasi individu dan pengobatannya. Different Staging System mengeluarkan untuk angiofibroma nasofaring, Chandler dan kawan-kawan merekomendasikan berdasarkan sistem stadium pada usulan sistem untuk kanker nasofaring oleh AJC :
Sebagai neoplasma dari nasofaring, stadium tumor berdasarkan pada daerah yang terlibat adalah penting untuk evaluasi individu dan pengobatannya. Different Staging System mengeluarkan untuk angiofibroma nasofaring, Chandler dan kawan-kawan merekomendasikan berdasarkan sistem stadium pada usulan sistem untuk kanker nasofaring oleh AJC :
- Stadium I : Tumor di nasofaring.
- Stadium II : Tumor meluas ke rongga hidung dan atau sinus sfenoid.
- Stadium III : Tumor meluas kedalam antrum, sinus ethmoid, fossa pterygomaksillaris, fossa infratemporalis. Orbita dan atau pipi.
- Stadium IV : Tumor meluas ke rongga intrakranial.
Sistem stadium lain yang diusulkan oleh Fisch :
- Stadium I : Tumor terbatas pada rongga hidung, nasofaring tanpa destruksi tulang.
- Stadium II : Tumor meluas ke fossa pterygomaksillaris, sinus-sinus paranasalis dengan destruksi tulang.
- Stadium III : Tumor meluas ke fossa infratemporalis, orbita dan atau regio parasellar menyisakan lateral ke sinus kavernosus.
- Stadium IV : Tumor meluas ke sinus kavernosus, regio khiasma optik dan atau fossa pituitary.
Klasifikasi menurut Sessions :
- Stadium IA : Tumor terbatas pada nares posterior dan atau nasofaring.
- Stadium IB : Tumor terbatas pada nares posterior dan atau nasofaring dengan melibatkan sedikitnya satu sinus paranasalis.
- Stadium IIA : Tumor meluas minimal lateral ke fossa pterygomaksillaris.
- Stadium IIB : Tumor meluas penuh pada fossa pterygomaksillaris dengan atau tanpa erosi superior dari tulang orbita.
- Stadium IIIA : Erosi dari dasar tengkorak (fossa cranii media/dasar pterygoid); perluasan minimal intrakranial.
- Stadium IIIB : Tumor meluas kedalam intrakranial dengan atau tanpa perluasan ke sinus kavernosus.
- Stadium IA : Tumor terbatas pada nares posterior dan atau nasofaring.
- Stadium IB : Tumor terbatas pada nares posterior dan atau nasofaring dengan melibatkan sedikitnya satu sinus paranasalis.
- Stadium IIA : Tumor meluas minimal lateral ke fossa pterygomaksillaris.
- Stadium IIB : Tumor meluas penuh pada fossa pterygomaksillaris dengan atau tanpa erosi superior dari tulang orbita.
- Stadium IIIA : Erosi dari dasar tengkorak (fossa cranii media/dasar pterygoid); perluasan minimal intrakranial.
- Stadium IIIB : Tumor meluas kedalam intrakranial dengan atau tanpa perluasan ke sinus kavernosus.
PENGOBATAN
EMBOLISASI
Embolisasi pada pembuluh darah tumor mengakibatkan tumor menjadi jaringan parut dan menghentikan perdarahan. Embolisasi dilakukan dengan memasukkan suatu zat dalam pembuluh darah untuk membendung aliran darah. Dengan embolisasi saja cukup untuk menghentikan perdarahan hidung, atau dapat diikuti dengan pembedahan untuk mengangkat tumor.
EMBOLISASI
Embolisasi pada pembuluh darah tumor mengakibatkan tumor menjadi jaringan parut dan menghentikan perdarahan. Embolisasi dilakukan dengan memasukkan suatu zat dalam pembuluh darah untuk membendung aliran darah. Dengan embolisasi saja cukup untuk menghentikan perdarahan hidung, atau dapat diikuti dengan pembedahan untuk mengangkat tumor.
OPERASI
Digunakan untuk tumor yang kecil (Fisch stadium I atau II).
-Pendekatan fossa infratemporal digunakan bila tumor meluas ke lateral.
-Pendekatan midfacial degloving, dengan atau tanpa LeFort osteotomy, memanfaatkan jalan masuk posterior ke tumor.
-Pendekatan facial translocation dikombinasikan dengan Weber-Ferguson incision dan perluasan koronal untuk frontotemporal craniotomy dengan midface osteotomies untuk jalan masuk.
-Operasi intranasal endoscopic disiapkan untuk tumor yang terbatas pada cavum nasi dan sinus-sinus paranasali.
Digunakan untuk tumor yang kecil (Fisch stadium I atau II).
-Pendekatan fossa infratemporal digunakan bila tumor meluas ke lateral.
-Pendekatan midfacial degloving, dengan atau tanpa LeFort osteotomy, memanfaatkan jalan masuk posterior ke tumor.
-Pendekatan facial translocation dikombinasikan dengan Weber-Ferguson incision dan perluasan koronal untuk frontotemporal craniotomy dengan midface osteotomies untuk jalan masuk.
-Operasi intranasal endoscopic disiapkan untuk tumor yang terbatas pada cavum nasi dan sinus-sinus paranasali.
RADIOTERAPI
Beberapa pusat melaporkan rata-rata menyembuhkan 80% dengan terapi radiasi. Bagaimanapun, menganggap hubungan efek potensial dari radiasi membuat terapi radiasi modalitas yang tidak berguna dalam banyak kasus. Radioterapi stereotaktik (seperti sinar Gamma) mengirim sedikit dosis dari radiasi ke jaringan sekitarnya. Bagaimanapun, kebanyakan penulis menyiapkan radioterapi untuk penyakit intrakranial atau kasus rekuren.
Beberapa pusat melaporkan rata-rata menyembuhkan 80% dengan terapi radiasi. Bagaimanapun, menganggap hubungan efek potensial dari radiasi membuat terapi radiasi modalitas yang tidak berguna dalam banyak kasus. Radioterapi stereotaktik (seperti sinar Gamma) mengirim sedikit dosis dari radiasi ke jaringan sekitarnya. Bagaimanapun, kebanyakan penulis menyiapkan radioterapi untuk penyakit intrakranial atau kasus rekuren.
HORMONAL
Penghambat reseptor testosteron flutamide dilaporkan mengurangi tumor stadium I dan II sampai 44%. Walaupun mereduksi tumor dengan hormon, jalan ini tidak digunakan secara rutin.
Penghambat reseptor testosteron flutamide dilaporkan mengurangi tumor stadium I dan II sampai 44%. Walaupun mereduksi tumor dengan hormon, jalan ini tidak digunakan secara rutin.
Contoh Suatu Kasus dan Tahapan Operasi Rhinotomy Lateral:
Anak laki-laki dengan riwayat sumbatan hidung sebelah kiri yang telah lama dan riwayat tiga bulan epistaksis bilateral berulang. Pemeriksaan memperlihatkan massa pada hidung kiri. Suatu angiofibroma nasofaring juvenile setelah pemeriksaan CT Scan. Operasi pengangkatan dilakukan setelah pre-operatif angiografi dengan embolisasi dari tumor. Operasi berjalan tanpa komplikasi atau membutuhkan transfusi darah perioperatif. Tujuh tahun setelah pengangkatan tumor dengan tidak bukti rekuren.
1. Lateral rhinotomy sinistra dan membelah bibir. Membuat osteotomies maksillaris medial.
1. Lateral rhinotomy sinistra dan membelah bibir. Membuat osteotomies maksillaris medial.
2. Segmen maksillaris anterior dan lekukan hidung dibuka untuk melihat tumor yang terletak dibawah.
3. Maksillotomy anterior diperluas kelateral untuk jalan masuk ke bagian lateral dari tumor. Sphenoethmoidectomy dan dinding posterior sinus maksillaris dibuka untuk penglihatan yang luas agar aman mengangkat tumor dari dasar tengkorak dan fossa pterygomaksillaris atau infra temporal.
4. Tumor besar berbentuk “dumbell” diangkat.
5. Membuat dacrocystorhinostomy dan medial canthopexy. Cavum diisi dengan pasta bismuth-iodoform-paraffin kawat impregnated. Segmen maksillaris media dikembalikan dan difiksasi dengan kawat interosseous. Kartilago nasal bagian atas samping disambungkan ke tulang untuk mencegah kolaps dari valvula nasal.
6. Insisi eksternal dan intraoral ditutup lapis demi lapis.
DIFFERENSIAL DIAGNOSIS
- Penyebab lain dari obstruksi nasal, (seperti polip nasal, polip antrokoanal, teratoma, encephalocele, dermoids, inverting papilloma, rhabdomyosarcoma, karsinoma sel skumous).
- Penyebab lain dari epistaksis, sistemik atau lokal.
- Penyebab lain dari proptosis atau pembengkakan orbita.
PROGNOSIS
Meskipun tidak bersifat seperti kanker, angiofibroma dapat terus menyebar. Dapat hilang sendiri. Terdapat angka rekurensi yang cukup tinggi setelah operasi, sekitar 6-24 %.
Meskipun tidak bersifat seperti kanker, angiofibroma dapat terus menyebar. Dapat hilang sendiri. Terdapat angka rekurensi yang cukup tinggi setelah operasi, sekitar 6-24 %.