BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam rangka menuju Indonesia Sehat 2010 yang dicanangkan oleh pemerintah, kualitas dan kuantitas dari pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh keberhasilan dalam memberikan pelayanan holistik pada klien dalam rangka memenuhi sasaran yang ingin dicapai.
Pos Pelayanan Terpadu atau Posyandu merupakan bagian dari pembangunan kesehatan yang diprogramkan oleh pemerintah dimana sasarannya adalah pembangunan kesehatan untuk mencapai keluarga kecil, bahagia dan sejahtera yang dilaksanakan oleh keluarga, bersama masyarakat dengan bimbingan dari petugas kesehatan setempat.
Dari data Sekretaris Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat adanya kejadian luar biasa (KLB) pada akhir tahun 2000 seperti penyakit Polio, KEP, Gizi buruk, dan lain – lain yang melanda hampir seluruh wilayah di Indonesia banyak disebabkan karena kurangnya pemberdayaan masyarakat memanfaatkan Posyandu, padahal dari segi APBN – P tahun 2006, untuk anggaran kegiatan Posyandu nasional sebesar 491,6 milyar.
Menurut Tinuk I (2003), Pemberdayaan adalah upaya peningkatan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi aktif, berperan aktif, bernegosiasi, mempengaruhi dan mengendalikan kelembagaan masyarakatnya secara bertanggung gugat demi perbaikan kehidupannya.
Posyandu diperkenalkan pada masyarakat Indonesia sejak tahun 1984, dan dalam perkembangannya Posyandu tumbuh dengan pesat hingga sekitar tahun 1993, namun setelah tahun 1993 Posyandu mengalami penurunan fungsi dan kegiatannya, padahal dalam pembiayaan penyelenggaraan Posyandu tergolong relatif murah, namun dapat menjangkau cakupan target yang lebih luas, sehingga Posyandu merupakan alternatif pelayanan kesehatan yang perlu dipertahankan.
Dari data Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, di Jawa Tengah terdapat 46.388 unit Posyandu. Untuk wilayah kabupaten Brebes terdapat 1.531 unit Posyandu, sedangkan untuk wilayah kecamatan Sirampog terdapat sekitar 78 unit Posyandu, dan untuk wilayah desa Mendala terdapat 5 (lima) buah Posyandu yaitu Posyandu Melati di dukuh Sabrang, Posyandu Dahlia di dukuh Dukuh Lor, Posyandu Mawar di dukuh Karanganyar, Posyandu Bunga Bangsa di Balai desa Mendala dan Posyandu Pancajaya di dukuh Padanama.
Berdasarkan study pendahuluan, didapatkan adanya penurunan jumlah kunjungan peserta Posyandu di desa Mendala kecamatan Sirampog kabpaten Brebes dari 544 orang menurun menjadi 104 orang bulan Maret 2006. Disamping itu dari 10 orang warga yang diwawancarai secara acak tentang peran dan fungsi Posyandu, didapatkan sebagian besar tidak mengetahui program kerja yang dimiliki Poyandu serta jenis pelayanan kesehatan yang dapat diberikan oleh Posyandu. Dari kelima posyandu tersebut kegiatan yang selama ini dilakukan adalah pemeriksaan tumbuh kembang balita (penimbangan) dan pemeriksaan ibu hamil.
Banyak faktor yang menyebabkan masyarakat berkunjung ke Posyandu, tetapi ada juga masyarakat yang tidak mau berkunjung ke Posyandu. Faktor yang menyebabkan masyarakat tidak mau berkunjung ke Posyandu bisa berasal dari dalam diri orang itu sendiri (faktor Predisposisi) dan dari luar orang itu sendiri (faktor Pemungkin dan faktor Penguat). Salah satu faktor Predisposisi adalah pengetahuan. Faktor pengetahuan masyarakat yang baik mempunyai pengaruh yang besar terhadap peningkatan status kesehatan seseorang, sedangkan pengetahuan masyarakat yang buruk dapat menyebabkan kegagalan dalam peningkatan status kesehatannya.
Dari data statistik desa Mendala kecamatan Sirampog kabupaten Brebes sebagian besar masyarakatnya berpendidikan tamatan SD, (data bulan Desember 2005 87% lulus SD, 11% lulus SLTP dan 2% lulus SLTA dan Perguruan Tinggi.
Menurut Drs. Kodyat, MPA (1996), dalam kegiatan Posyandu terdapat bermacam kegiatan kesehatan mulai dari pemeriksaan tumbuh kembang balita, sampai penyuluhan tentang penatalaksanaan diare. Disamping kegiatan diatas, peran Posyandu mencakup rujukan pasien ke Puskesmas dan kunjungan rumah, dimana kegiatan ini untuk mengetahui bagaimana seorang penderita setelah mendapatkan pengobatan dari Puskesmas dan perawatan apa saja yang masih diberikan,(2,9) sehingga Posyandu diharapkan dapat memenuhi tuntutan masyarakat, yakni menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu, yang sesuai dengan harapan masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam penelitian saat ini, peneliti merumuskan beberapa rumusan masalah diantaranya :
a) Bagaimana gambaran partisipasi ibu yang memepunyai balita dalam mengukiti kegiatan posyandu
b) Berapa rata-rata usia ibu yang mempunyai balita yang mengikuti kegiatan posyandu
c) Apa jenis pekerjaan ibu yang mempunyai balita yang mengikuti kegiatan posyandu
d) Apa pendidikan ibu yang mempunyai balita yang mengikuti kegiatan posyandu
e) Apa motivasi ibu yang mempunyai balita dalam mengikuti kegiatan posyandu
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran partisipasi ibu yang mempunyai balita dalam mengikuti kegiatan posyandu di wilayah RW XIII Kelurahan Pasir Kuda Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor
1.3.2 Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui gambaran partisipasi ibu balita yang mengikuti kegiatan posyandu
b) Untuk mengetahui berapa rata-rata usia ibu balita dalam mengikuti posyandu
c) Untuk mengetahui jenis pekerjaan ibu balita yang mengikuti posyandu
d) Untuk mengetahui jenis pendidikan ibu balita yang mengikuti posyandu
e) Untuk mengetahui motivasi ibu balita dalam mengikuti kegiatan posyandu
1.4 Manfaat Penelitian
a) Bagi Peneliti
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan pengalaman yang nyata mengenai pengaruh tingkat pengetahuan tentang peran dan fungsi Posyandu terhadap motivasi kunjungan masyarakat.
b) Bagi Puskesmas
Hasil dari penelitian ini dapat menjadi masukan bagi Puskesmas sebagai fasilitator Posyandu dalam meningkatkan mutu pelayanan Posyandu terutama dalam memotivasi kunjungan masyarakat.
c) Sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut.
Diharapkan menjadi acuan bagi peneliti lain dalam mengembangkan penelitian sejenis dan penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut sehingga bermanfaat bagi kita semua.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Teori
2.1.1 Pengertian Partisipasi
Pengertian partisipasi dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah hal turut berperan serta dalam suatu kegiatan.
Partisipasi adalah keikutsertaan, peranserta tau keterlibatan yang berkitan dengan keadaaan lahiriahnya (Sastropoetro;1995).
Pengertian prinsip partisipasi adalah masyarakat berperan secara aktif dalam proses atau alur tahapan program dan pengawasannya, mulai dari tahap sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian kegiatan dengan memberikan sumbangan tenaga, pikiran, atau dalam bentuk materill (PTO PNPM PPK, 2007).
Verhangen (1979) dalam Mardikanto (2003) menyatakan bahwa, partisipasi merupakan suatu bentuk khusus dari interaksi dan komunikasi yang berkaitan dengan pembagian: kewenangan, tanggung jawab, dan manfaat. Theodorson dalam Mardikanto (1994) mengemukakan bahwa dalam pengertian sehari-hari,
Partisipasi merupakan keikutsertaan atau keterlibatan seseorang (individu atau warga masyarakat) dalam suatu kegiatan tertentu. Keikutsertaan atau keterlibatan yang dimaksud di sini bukanlah bersifat pasif tetapi secara aktif ditujukan oleh yang bersangkutan. Oleh karena itu, partisipasi akan lebih tepat diartikan sebagi keikutsertaan seseorang didalam suatu kelompok sosial untuk mengambil bagian dalam kegiatan masyarakatnya, di luar pekerjaan atau profesinya sendiri.
Menurut konsep proses pendidikan, partisipasi merupakan bentuk tanggapan atau responses atas rangsangan-rangsangan yang diberikan; yang dalam hal ini, tanggapan merupakan fungsi dari manfaat (rewards) yang dapat diharapkan (Berlo, 1961).
Partisipasi masyarakat merutut Hetifah Sj. Soemarto (2003) adalah proses ketika warga sebagai individu maupun kelompok sosial dan organisasi, mengambil peran serta ikut mempengaruhi proses perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan kebijakan kebijakan yang langsung mempengaruhi kehiduapan mereka. Conyers (1991) menyebutkan tiga alasan mengapa partisipasi masyarakat mempunyai sifat sangat penting. Pertama partispasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakata, tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal, alasan kedua adalah bahwa masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan mengetahui seluk beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap poyek tersebut. Alasan ketiga yang mendorong adanya partisiapsi umum di banyak negara karena timbul anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri. Hal ini selaras dengan konsep man-cetered development yaitu pembangunan yang diarahkan demi perbaiakan nasib manusia.
2.1.2 Tipologi Partisipasi
Penumbuhan dan pengembangan partisipasi masyrakat serngkali terhambat oleh persepsi yang kurang tepat, yang menilai masyarakat “sulit diajak maju” oleh sebab itu kesulitan penumbuhan dan pengembangan partisipasi masyrakat juga disebabkan karena sudah adanya campur tangan dari pihak penguasa. Berikut adalah macam tipologi partisipasi masyarakat
a. Partisipasi Pasif / manipulatif dengan karakteristik masyrakat diberitahu apa yang sedang atau telah terjadi, pengumuman sepihak oleh pelkasan proyek yanpa memperhatikan tanggapan masyarakat dan informasi yang diperlukan terbatas pada kalangan profesional di luar kelompok sasaran.
b. Partisipasi Informatif memilki kararkteristik dimana masyarakat menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian, masyarakat tidak diberikesempatan untuk terlibat dan mempengaruhi proses penelitian dan akuarasi hasil penelitian tidak dibahas bersama masyarakat.
c. Partisipasi konsultatif dengan karateristik masyaakat berpartisipasi dengan cara berkonsultasi, tidak ada peluang pembutsn keputusan bersama, dan para profesional tidak berkewajiban untuk mengajukan pandangan masyarakat (sebagi masukan) atau tindak lanjut
d. Partisipasi intensif memiliki karakteristik masyarakat memberikan korbanan atau jasanya untuk memperolh imbalan berupa intensif/upah. Masyarakat tidak dilibatkan dalam proses pembelajan atau eksperimen-eksperimen yang dilakukan dan asyarakat tidak memiliki andil untuk melanjutkan kegiatan-kegiatan setelah intensif dihentikan.
e. Partisipasi Fungsional memiliki karakteristik masyarakat membentuk kelompok untuk mencapai tujuan proyek, pembentukan kelompok biasanya setelah ada keptusan-keputusan utama yang di sepakati, pada tahap awal masyarakat tergantung terhadap pihak luar namun secara bertahap menunjukkan kemandiriannya.
f. Partisipasi interaktif memiliki ciri dimana masyarakat berperan dalam analisis untuk perencanaan kegiatan dan pembentukan penguatan kelembagaan dan cenderung melibatkan metoda interdisipliner yang mencari keragaman prespektik dalam proses belajar mengajar yang terstuktur dan sisteatis. Masyarakat memiliki peran untuk mengontrol atas (pelaksanaan) keputusan-keputusan merek, sehingga memiliki andil dalam keseluruhan proses kegitan.
g. Self mobilization (mandiri) memiliki karakter masyarakat mengambil inisiatif sendiri secara bebabas (tidak dipengaruhi oleh pihak luar) untuk mengubah sistem atau nilai-niloai yang mereka miliki. Masyarakat mengambangkan kontak dengan lembaga-lemabaga lain untuk mendapatkan bantuan-bantuan teknis dan sumberdaya yang diperlukan. Masyarakat memegang kendali atas pemanfaatan sumberdaya yang ada dan atau digunakan.
2.1.3 Tahap-Tahap Partisipasi
Uraian dari masing-masing tahapan partisipasi adalah sebagai berikut :
a. Tahap partisipasi dalam pengambilan keputusan
Pada umumnya, setiap program pembangunan masyarakat (termasuk pemanfaatan sumber daya lokal dan alokasi anggarannya) selalu ditetapkan sendiri oleh pemerintah pusat, yang dalam hal ini lebih mencerminkan sifat kebutuhan kelompok-kelompok elit yang berkuasa dan kurang mencerminkan keinginan dan kebutuhan masyarakat banyak. Karena itu, partisipasi masyarakat dalam pembangunan perlu ditumbuhkan melalui dibukanya forum yang memungkinkan masyarakat banyak berpartisipasi langsung di dalam proses pengambilan keputusan tentang program-program pembangunan di wilayah setempat atau di tingkat lokal (Mardikanto, 2001).
b. Tahap partisipasi dalam perencanaan kegiatan
Slamet (1993) membedakan ada tingkatan partisipasi yaitu : partisipasi dalam tahap perencanaan, partisipasi dalam tahap pelaksanaan, partisipasi dalam tahap pemanfaatan. Partisipasi dalam tahap perencanaan merupakan tahapan yang paling tinggi tingkatannya diukur dari derajat keterlibatannya. Dalam tahap perencanaan, orang sekaligus diajak turut membuat keputusan yang mencakup merumusan tujuan, maksud dan target. Salah satu metodologi perencanaan pembangunan yang baru adalah mengakui adanya kemampuan yang berbeda dari setiap kelompok masyarakat dalam mengontrol dan ketergantungan mereka terhadap sumber-sumber yang dapat diraih di dalam sistem lingkungannya. Pengetahuan para perencana teknis yang berasal dari atas umumnya amat mendalam. Oleh karena keadaan ini, peranan masyarakat sendirilah akhirnya yang mau membuat pilihan akhir sebab mereka yang akan menanggung kehidupan mereka. Oleh sebab itu, sistem perencanaan harus didesain sesuai dengan respon masyarakat, bukan hanya karena keterlibatan mereka yang begitu esensial dalam meraih komitmen, tetapi karena masyarakatlah yang mempunyai informasi yang relevan yang tidak dapat dijangkau perencanaan teknis atasan (Slamet, 1993).
c. Tahap partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan, seringkali diartikan sebagai partisipasi masyarakat banyak (yang umumnya lebih miskin) untuk secara sukarela menyumbangkan tenaganya di dalam kegiatan pembangunan. Di lain pihak, lapisan yang ada di atasnya (yang umumnya terdiri atas orang kaya) yang lebih banyak memperoleh manfaat dari hasil pembangunan, tidak dituntut sumbangannya secara proposional. Karena itu, partisipasi masyarakat dalam tahap pelaksanaan pembangunan harus diartikan sebagai pemerataan sumbangan masyarakat dalam bentuk tenaga kerja, uang tunai, dan atau beragam bentuk korbanan lainnya yang sepadan dengan manfaat yang akan diterima oleh warga yang bersangkutan (Mardikanto, 2001).
d. Tahap partisipasi dalam pemantauan dan evaluasi kegiatan Kegiatan pemantauan dan evaluasi program dan proyek pembangunan sangat diperlukan. Bukan saja agar tujuannya dapat dicapai seperti yang diharapkan, tetapi juga diperlukan untuk memperoleh umpan balik tentang masalah-masalah dan kendala yang muncul dalam pelaksanaan pembangunan yang bersangkutan. Dalam hal ini, partisipasi masyarakat mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan perkembangan kegiatan serta perilaku aparat pembangunan sangat diperlukan (Mardikanto, 2001).
e. Tahap partisipasi dalam pemanfaatan hasil kegiatan
Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan, merupakan unsur terpenting yang sering terlupakan. Sebab tujuan pembangunan adalah untuk memperbaiki mutu hidup masyarakat banyak sehingga pemerataan hasil pembangunan merupakan tujuan utama. Di samping itu, pemanfaaatan hasil pembangunan akan merangsang kemauan dan kesukarelaan masyarakat untuk selalu berpartisipasi dalam setiap program pembangunan yang akan datang (Mardikanto, 2001).
2.1.4 Tingkat Kesukarelaan Partisipasi
Dusseldorp (1981) membedakan adanya beberapa jenjang kesukarelaan sebagai berikut:
a. Partisipasi spontan, yaitu peranserta yang tumbuh karena motivasi intrinsik berupa pemahaman, penghayatan, dan keyakinannya sendiri.
b. Partisipasi terinduksi, yaitu peranserta yang tumbuh karena terinduksi oleh adanya motivasi ekstrinsik (berupa bujukan, pengaruh, dorongan) dari luar; meskipun yang bersangkutan tetap memiliki kebebasan penuh untuk berpartisipasi.
c. Partisipasi tertekan oleh kebiasaan, yaitu peranserta yang tumbuh karena adanya tekanan yang dirasakan sebagaimana layaknya warga masyarakat pada umumnya, atau peranserta yang dilakukan untuk mematuhi kebiasaan, nilai-nilai, atau norma yang dianut oleh masyarakat setempat. Jika tidak berperanserta, khawatir akan tersisih atau dikucilkan masyarakatnya.
d. Partisipasi tertekan oleh alasan sosial-ekonomi, yaitu peranserta yang dilakukan karena takut akan kehilangan status sosial atau menderita kerugian/tidak memperoleh bagian manfaat dari kegiatan yang dilaksanakan.
e. Partisipasi tertekan oleh peraturan, yaitu peranserta yang dilakukan karena takut menerima hukuman dari peraturan/ketentuan-ketentuan yang sudah diberlakukan.
2.1.5 Syarat tumbuh partisipasi
Margono Slamet (1985) menyatakan bahwa tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan, sangat ditentukan oleh 3 (tiga) unsur pokok, yaitu:
a. Adanya kemauan yang diberikan kepada masyarakat, untuk berpartisipasi
b. Adanya kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi
c. Adanya kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi
Lebih rinci Slamet menjelaskan tiga persyaratan yang menyangkut kemauan, kemampuan dan kesempatan untuk berpartisipasi adalah sebagai berikut
a) Kemauan
Secara psikologis kemauan berpartisipasi muncul oleh adanya motif intrinsik (dari dalam sendiri) maupun ekstrinsik (karena rangsangan, dorongan atau tekanan dari pihak luar). Tumbuh dan berkembangnya kemauan berpartisipasi sedikitnya diperlukan sikap-sikap yang:
1) Sikap untuk meninggalkan nilai-nilai yang menghambat pembangunan.
2) Sikap terhadap penguasa atau pelaksana pembangunan pada umumnya.
3) Sikap untuk selalu ingin memperbaiki mutu hidup dan tidak cepat puas sendiri.
4) Sikap kebersamaan untuk dapat memecahkan masalah, dan tercapainya tujuan pembangunan.
5) Sikap kemandirian atau percaya diri atas kemampuannya untuk memperbaiki mutu hidupnya
b). Kemampuan
Beberapa kemampuan yang dituntut untuk dapat berpartisipasi dengan baik itu antara lain adalah:
1) Kemampuan untuk mengidentifikasi masalah.
2) Kemampuan untuk memahami kesempatan-kesempatan yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia.
3) Kemampuan untuk melaksanakan pembangunan sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan serta sumber daya lain yang dimiliki
Robbins (1998) kemampuan adalah kapasitas individu melaksanakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Lebih lanjut Robbins (1998) menyatakan pada hakikatnya kemampuan individu tersuusun dari dua perangkat faktor yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik
.
c). Kesempatan
Berbagai kesempatan untuk berpartisipasi ini sangat dipengaruhi oleh:
1) Kemauan politik dari penguasa/pemerintah untuk melibatkan masyarakat dalam pembangunan.
2) Kesempatan untuk memperoleh informasi.
3) Kesempatan untuk memobilisasi dan memanfaatkan sumberdaya.
4) Kesempatan untuk memperoleh dan menggunakan teknologi tepat guna.
5) Kesempatan untuk berorganisasi, termasuk untuk memperoleh dan mempergunakan peraturan, perizinan dan prosedur kegiatan yang harus dilaksanakan.
6) Kesempatan untuk mengembangkan kepemimpinan yang mampu menumbuhkan, menggerakkan dan mengembangkan serta memelihara partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
Sementara Mardikanto (1994) menyatakan bahwa pembangunan yang partisipatoris tidak sekedar dimaksudkan untuk mencapai perbaikan kesejahteraan masyarakat (secara material), akan tetapi harus mampu menjadikan warga masyarakatnya menjadi lebih kreatif. Karena itu setiap hubungan atau interaksi antara orang luar dengan masyarakat sasaran yang sifatnya asimetris (seperti: menggurui, hak yang tidak sama dalam berbicara, serta mekanisme yang menindas) tidak boleh terjadi. Dengan dimikian, setiap pelaksanaan aksi tidak hanya dilakukan dengan mengirimkan orang dari luar ke dalam masrakat sasaran, akan tetapi secara bertahap harus semakin memanfaatkan orang-orang dalam untuk merumuskan perencanaan yang sebaik-baiknya dalam masyarakatnya sendiri.
Mardikanto (2003) menjelaskan adanya kesempatan yang diberikan, sering merupakan faktor pendorong tumbuhnya kemauan, dan kemauan akan sangat menentukan kemampuannya.
2.1.2 Konsep Prilaku
Dalam sebuah buku yang berjudul “Perilaku Manusia” Drs. Leonard F. Polhaupessy, Psi. menguraikan perilaku adalah sebuah gerakan yang dapat diamati dari luar, seperti orang berjalan, naik sepeda, dan mengendarai motor atau mobil. Untuk aktifitas ini mereka harus berbuat sesuatu, misalnya kaki yang satu harus diletakkan pada kaki yang lain. Jelas, ini sebuah bentuk perilaku. Cerita ini dari satu segi. Jika seseoang duduk diam dengan sebuah buku ditangannya, ia dikatakan sedang berperilaku. Ia sedang membaca. Sekalipun pengamatan dari luar sangat minimal, sebenarnya perilaku ada dibalik tirai tubuh, didalam tubuh manusia.
Dalam buku lain diuraikan bahwa perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup)yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh – tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktifitas masing – masing. Sehingga yang dimaksu perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktifitas manusia darimanusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati pihak luar (Notoatmodjo 2003 hal 114).
Skiner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori skiner disebut teori “S – O - R”atau Stimulus – Organisme – Respon. Skiner membedakan adanya dua proses.
a. Respondent respon atau reflexsive, yakni respon yang ditimbulkan oleh rangsangan – rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebutelecting stimulation karena menimbulkan respon – respon yang relative tetap. Misalnya : makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya terang menyebabkan mata tertutup, dan sebagainya. Respondent respon ini juga mencakup perilaku emosinal misalnya mendengar berita musibah menjadi sedih atau menangis, lulus ujian meluapkan kegembiraannya ddengan mengadakan pesta, dan sebagainya.
b. Operant respon atau instrumental respon, yakni respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Pernagsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforce, karena memperkuat respon. Misalnya apabila seorang petugas kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik (respon terhadap uraian tugasnya atau job skripsi) kemudian memperoleh penghargaan dari atsannya (stimulus baru), maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya.
2.1.3 Bentuk Perilaku
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dakam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan / kesadaran, dan sikap yang terjadi belumbisa diamati secara jelas oleh orang lain.
b. Perilaku terbuka adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice).
2.1.4 Domain Perilaku
Diatas telah dituliskan bahwa perilaku merupakan bentuk respon dari stimulus (rangsangan dari luar). Hal ini berarti meskipun bentuk stimulusnya sama namun bentuk respon akan berbeda dari setiap orang. Faktor – factor yang membedakan respon terhadap stimulus disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Faktor internal yaitu karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat given atau bawaan misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.
b. Faktor eksternal yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, fisik, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering menjadi factor yang dominanyang mewarnai perilaku seseorang. (Notoatmodjo, 2007 hal 139)
2.1.5 Proses Tejadinya Perilaku
Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni.
a. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui setimulus (objek) terlebih dahulu.
b. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus
c. Evaluation (menimbang – nimbang baik dan tidaknya stimulus bagi dirinya).Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi
d. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru
e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetanhuan, kesadaran, dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan menjadi kebiasaan atau bersifat langgeng (long lasting). Notoatmodjo, 2003 hal 122)
2.2 Pengertian Posyandu
Pos Pelayanan terpadu atau Posyandu adalah unit kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dengan pembimbing dari tenaga kesehatan dari Puskesmas yang bertujuan untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal.
Posyandu adalah pusat pelayanan keluarga berencana dan kesehatan yang dikelola dan diselenggarakan untuk dan oleh masyarakat dengan dukungan teknis dari petugas kesehatan dalam rangka pencapaian Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS).
Posyandu atau pos pelayanan terpadu, merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh masyarakat untuk masyarakat dengan dukungan tehnis dari petugas kesehatan.
2.2.1 Tujuan Posyandu
a) Mempercepat penurunan angka kematian ibu dan anak.
b) Meningkatkan pelayanan kesehatan ibu untuk menurunkan IMR.
c) Mempercepat penerimaan NKKBS.
d) Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan kegiatan – kegiatan lainyang menunjang peningkatan kemampuan hidup sehat.
e) Pendekatan dan pemerataan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam usaha meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada penduduk berdasarkan letak geografi.
f) Meningkatkan dan pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka alih tehnologi untuk swakelola usaha – usaha kesehatan masyarakat.
2.2.2 Strata Posyandu
Strata Posyandu dapat dikelompokkan menjadi 4 :
a). Posyandu Pratama :
• belum mantap.
• kegiatan belum rutin.
• kader terbatas.
b). Posyandu Madya :
• kegiatan lebih teratur
• Jumlah kader 5 orang
c). Posyandu Purnama :
• kegiatan sudah teratur.
• cakupan program/kegiatannya baik.
• jumlah kader 5 orang
• mempunyai program tambahan
d). Posyandu Mandiri :
• kegiatan secara terahir dan mantap
• cakupan program/kegiatan baik.
• memiliki Dana Sehat dan JPKM yang mantap.
2.2.3 Sasaran Posyandu
Yang menjadi sasaran dalam pelayanan kesehatan di posyandu adalah untuk :
a) Bayi yang berusia kurang dari satu tahun
b) Anak balita usia 1 (satu) sampai 5 (lima) tahun
c) Ibu hamil
d) Ibu menyusui
e) Ibu nifas
f) Wanita usia subur
2.2.4 Kegiatan Posyandu
• Lima kegiatan posyandu (Panca Krida Posyandu)
a). Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
b). Keluarga Berencana
c). Imunisasi
d). Peningkatan Gizi
e). Penatalaksanaan Diare
• Tujuh kegiatan Posyandu (Sapta Krida Posyandu)
a). Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
b). Keluarga Berencana
c). Imunisasi
d). Peningkatan Gizi
e). Penatalaksanaan Diare
f). Sanitasi Dasar
g). Penyediaan Obat Esensial
2.2.5 Pembentukan Posyandu
Posyandu dibentuk dari pos–pos yang telah ada seperti :
a). Pos penimbangan balita
b). Pos immunisasi
c). Pos keluarga berencana desa
d). Pos kesehatan
e). Pos lainnya yang di bentuk baru.
2.2.6 Syarat Posyandu
a). Penduduk RW tersebut paling sedikit terdapat 100 orang balita
b). Terdiri dari 120 kepala keluarga
c). Disesuaikan dengan kemampuan petugas (bidan desa)
d). Jarak antara kelompok rumah, jumlah KK dalam satu tempat atau kelompok tidak terlalu jauh.
2.2.7 Alasan Pendirian Posyandu
a. Posyandu dapat memberikan pelayanan kesehatan khususnya dalam upaya pencegahan penyakit dan PPPK sekaligus dengan pelayanan KB.
b. Posyandu dari masyarakat untuk masyarakat dan oleh masyarakat, sehingga menimbulkan rasa memiliki masyarakat terhadap upaya dalam bidang kesehatan dan keluarga berencana.
2.2.8 Penyelenggara posyandu
a). Pelaksana kegiatan
Adalah anggota masyarakat yang telah di latih menjadi kader kesehatan setempat dibawah bimbingan puskesmas.
b). Pengelola posyandu
Adalah pengurus yang dibentuk oleh ketua RW yang berasal dari kader PKK, tokoh masyarakat formal dan informal serta kader kesehatan yang ada di wilayah tersebut.
2.2.9 Lokasi Posyandu
a). Berada di tempat yang mudah didatangi
b). Ditentukan oleh masyarakat itu sendiri
c). Dapat merupakan lokal itu sendiri
d). Bila tidak memungkinkan dapat dilaksanakan dirumah penduduk, balai desa, pos RT/RW atau pos yang lainnya.
2.2.10 Pelayanan kesehatan yang dijalankan Posyandu
a).Pemeliharaan kesehatan bayi dan balita
• Penimbangan bulanan
• Pemberian makanan tambahan bagi yang berat badannya kurang
• Imunisasi bayi 3 – 14 bulan.
• Pemberian oralit untuk menanggulangi diare.
• pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama.
b). Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, ibu menyusui dan pasangan usia subur.
• Pemeriksaan kesehatan umum
• Pemeriksaan kehamilan dan nifas
• Pelayanan peningkatan gizi melalui pemberian vitamin dan pil penambah darah.
• Imunisasi TT untuk ibu hamil
• Penyuluhan kesehatan dan KB
• Pemberian alat kontrasepsi KB
• Pemberian oralit pada ibu yang menderita diare
• Pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama.
• Pertolongan pertama pada kecelakaan.
2.2.11 Sistem Lima Meja
a). Meja I
• Pendaftaran
• Pencatatan bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui dan pasangan usia subur.
b). Meja II
• Penimbangan balita
• Ibu hamil
c). Meja III
• Pengisian KMS (Kartu Menuju Sehat)
d). Meja IV
• Diketahui berat badan anak yang naik/tidak naik, ibu hamil dengan resiko tinggi, PUS yang belum mengikuti KB
• Penyuluhan kesehatan
• Pelayanan TMT, oralit, vitamin A, tablet zat besi, pil ulangan, kondom
e). Meja V
• Pemberian imunisasi
• Pemeriksaan kehamilan
• Pemeriksaan kesehatan dan pengobatan
• Pelayanan kontrasepsi IUD, suntikan
Untuk meja I sampai IV dilaksanakan oleh kader kesehatan dan untuk meja V dilaksanakan oleh petugas kesehatan diantaranya : dokter, bidan, perawat, juru immunisasi dan sebagainya.
2.2.13 Langkah-Langkah Pembentukan Posyandu
a). Persiapan Sosial
• Persiapan masyarakat sebagai pengelola dan pelaksanaan posyandu
• Persiapan masyarakat umum sebagai pemakai jasa posyandu
b). Perumusan Masalah
• Survei Mawas Diri
• Penyajian hasil survey (loka karya mini)
c). Perencanaan Pemecahan Masalah
• Kaderisasi sebagai pelaksana posyandu
• Pembentukan pengurus sebagai pengelola posyandu
• Menyusun rencana kegiatan posyandu
d). Pelaksanaan Kegiatan
• Kegiatan di posyandu 1 kali sebulan atau lebih
• Pengumpulan dana sehat.
• Pencatatan dan laporan kegiatan posyandu
2.2.14 Faktor-faktor yang mempengaruhi Ibu Balita Mengikuti Kegiatan Posyandu
a) Usia
Usia adalah umur atau lama waktu hidup ada (sejak dilahirkan atau diadakan)
b) Pendidikan
Perbuatan (hal, cara, dan sebagainya) mendidik.
c) Pekerjaan
Sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah.
2.3 Kerangka Teori
BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Konsep
Peneliti mengangkat gambaran partisipasi ibu karena adanya penurunan partisipasi ibu dalam mengikuti posyandu. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui seberapa besar partisipasi ibu yang mempunyai balita dalam mengikuti posyandu dan factor-faktor apa yang menghambat ibu dalam mengikuti posyandu.
3.1.1 Definisi Operasinal
a. Definisi : kehadiran, kedatangan dan peran serta ibu yang mempunyai balita dalam mengikuti posyandu.
b. Cara ukur : wawancara langsung
c. Alat ukur : kuisioner berisi 10 pertanyaan
d. Hasil ukur : baik, cukup, kurang
e. Skala ukur : ordinal
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Design Penelitian
Design penelitian yang dilakukan adalah dengan menggunakan design deskriptif, yaitu suatu bentuk penelitian untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena ini bisa berupa bentuk aktivitas antara fenomena yang satu dengan fenomena yang lainnya. ( Sukmadinata, 2006:72)
4.2 Waktu dan Tempat
Tempat penelitian dilakukan di Posyandu wilayah RW XII Kelurahan Pasir Kuda Kecamatan Bogor Barat, penelitian dilakukan selama 6 bulan.
4.3 Populasi dan Sampel
a. Populasi : Ibu yang mempunyai balita ( bayi dibawah lima tahun ) yang berada di wilayah posyandu Kelurahan Pasir Kuda Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor.
b. Sampel : Ibu yang mempunyai balita ( bayi dibawah lima tahun ) yang berada di posyandu wilayah RW XII Kelurahan Pasir Kuda Kecamatan Bogor Barat.
c. Jumlah : Cara pengambilan sampel dengan minimal 30 responden.
d. Kriteria :
a) Inklusi
Ibu yang mempunyai balita di wilayah RW XII Kelurahan Pasir Kuda Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor yang berpendidikan minimal SD berusia 20-35 tahun.
b) Eklusi
Ibu yang mempunyai balita di wilayah RW XII Kelurahan Pasir Kuda Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor yang berpendidikan minimal SD berusia 20-35 tahun namun pada saat dilakukan penelitian ibu maupun balita yang berada di wilayah RW XII Kelurahan Pasir Kuda Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor sedang sakit sehingga tidak dapat mengikuti posyandu serta yang membawa balita itu bukan ibu kandung.
4.4 Pengumpulan Data
Data yang didapat dikumpulkan melalui wawancara dan kuisioner.
4.5 Pengolahan Data
Data yang terkumpul melalui wawancara dan kuisioner diolah dan dipisahkan antara jumlah responden yang berpartisipasi dan tidak berpartisipai dalam kegiatan posyandu melalui proses:
a. Data Coding
b. Data Editing
c. Data File
d. Data Entri
e. Data Cleaning
4.6 Analisa Data
Analisis data yang digunakan yaitu univariat yang menganalisis data satu persatu variable dimana untuk melihat factor yang paling dominan antara ibu yang berpartisipasi maupun tidak berpartisipai dalam kegiatan posyandu.
DAFTAR PUSTAKA
1. Soetedjo. Yuwono. Revitalisasi Posyandu. Jakarta: Dirjen PPM Dep.Kes. 2006
2. Tinuk. Istiarti. Pemberdayaan Masyarakat. Semarang: Universitas
Diponegoro. 2003
3. Puskesmas Sirampog. Data Statistik Puskesmas Sirampog Kabupaten
Brebes. 2006
4. Harbandiyah. Perencanaan dan Evaluasi Pendidikan Kesehatan. Semarang:
Universitas Diponegoro. 2006
5. Arif Budiwan. Artikel Pengaruh Faktor Pengetahuan, Sikap, dan
Perilaku. BP 4 Semarang. 2004
6. Soekidjo Notoatmojo. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Edisi 1.
Jakarta : PT. Rineka Cipta. 2000
7. Brockopp D.Y dan Hastings-Tolsma M.T. Dasar-Dasar Riset Keperawatan
(terjemahan), Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000
8. Nasrul Effendy.Dasar-Dasar Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.1998
9. Nursalam. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.2003
10. Suharsimi. Arikunto. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta. 1997
11. Santoso. R.G. Statistik, Edisi 1. Yogyakarta : Penerbit ANDI. 2004
12. Ahmul A.A. Riset Keperawatan & Tehnik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Penerbit
Salemba Medika.2003
13. Soekidjo Notoatmodjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. 2002
KUESIONER
GAMBARAN PARTISIPASI IBU YANG MEMPUNYAI BALITA DALAM MENGIKUTI KEGIATAN POSYANDU DI WILAYAH RW XII KEL. PASIR KUDA KEC. BOGOR BARAT KOTA BOGOR
Dalam rangka pemenuhuan tugas akhir, kami mengadakan kuesioner ini untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bagi kami mahasiswa Politeknik Kesehatan Depkes Bandung Jurusan Keperawatan bogor, untuk itu kami meminta bantuan kepada ibu untuk mengisi kuesioner yang telah disediakan. Cara pengisian kuesioner ini dengan menceklis angka yang telah kami sediakan 1-4 didalam kolom, kemudian ibu dapat menambahkan jawaban ibu dalam kolom keterangan untuk mengisi jawaban yang ibu anggap benar.
No.responden :
Nama :
Alamat :
No. telp :
A. Karakteristik
Umur :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Anak ke- :
1. Seberapa Jauh Jarak Posyandu dari rumah ibu ?
a. >100 meter
b. 50 – 100 meter
c. 30 – 40 meter
d. 10 – 20 meter
2. Apakah menurut ibu kegiatan imunisasi di posyandu itu penting ?
a. Tidak penting
b. agak penting
c. Penting
d. Sangat penting
3. Apakah menurut ibu pelayanan posyandu di daerah rumah ibu sudah baik ?
a. Tidak baik
b. agak baik
c. baik
d. Sangat baik
4. Apakah menurut ibu penyelenggaraan imunisasi di posyandu daerah rumah ibu sudah terselenggara dengan baik ?
a. tidak baik
b. agak baik
c. baik
d. sangat baik
5. Apakan ibu mengikuti kegiatan imunisasi di posyandu secara rutin ?
a. Tidak rutin
b. Agak rutin
c. rutin
d. Sangat rutin
6. Menurut ibu seberapa besar keuntungan terselenggaranya posyandu untuk kesehatan putra-putri ibu ?
a. Tidak menguntungkan
b. Sedikit menguntungkan
c. menguntungkan
d. Sangat menguntungkan
7. Apakah ibu tahu tujuan diselenggarakan posyandu ( meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan) ?
a. Tidak tahu
b. cukup tahu
c. tahu
d. sangat tahu
8. Menurut ibu kegiatan imunisasi diselenggarakan berapa minggu sekali ?
a. 1 minggu sekali
b. 2 minggu sekali
c. 3 minggu sekali
d. 4 minggu sekali
9. Apakan ibu mengetahui kegiatan apa saja yang dilakukan diposyandu ?
a. Tidak mengetahui
b. sedikit mengetahui
c. mengetahui
d. sangat mengetahui
10. Apakah ibu tahu sasaran dalam pelayanan kesehatan di posyandu diperuntukkan untuk siapa saja selain bayi dan balita ?
a. Tidak tahu
b. Agak tahu
c. Tahu
d. sangat tahu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar